Lihat ke Halaman Asli

R. M. S. P. Alam

Konsultan Bisnis UKM

Bedhaya Ketawang, Tarian Mistis dari Langit

Diperbarui: 18 April 2017   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah penari Keraton Kasunanan Surakarta membawakan tarian sakral Bedhaya Ketawang. (Joglosemar.co)

Ya, tidak berlebihan untuk memberikan istilah tarian dari langit untuk pertunjukan seni tradisional yang satu ini. Konon, ini adalah tarian sakral nan mistis yang usianya sangat tua. Kisah terciptanya tarian tersebut erat kaitannya dengan sejarah Kerajaan Mataram kuno hingga politik devide et impera zaman kolonialisme. Pun ada tari tersebut ada sangkut-pautnya dengan keberadaan ratu Pantai Selatan yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Jawa. Bedhaya Ketawang, itu adalah nama tarian tersebut.

Saat ini, tari Bedhaya Ketawang hanya dipertunjukkan di Kasusunan Surakarta. Itu pun hanya di acara sakral, yaitu penobatan raja. Menurut istilahnya, bedhaya berarti 'wanita' atau 'pengantin', sedangkan ketawang bermakna 'langit' atau bisa berarti 'berbagai hal yang luas, tinggi, dan mulia'. Dengan demikian, istilah bedhaya ketawang bisa diartikan sebagai 'tarian wanita untuk istana langit'.

Dari penamaan tari tersebut, kita bisa menilik asal-usul terciptanya tari itu. Sebenarnya ada beberapa versi tentang asal-usul tarian tersebut. Ada ceritanya mengungkapkan bahwa pertunjukan seni itu bermula dari Sultan Agung yang mendengar suara-suara dari langit saat bersemedi yang kemudian mengilhaminya untuk menciptakan tarian itu.

Yang lebih menarik adalah, sumber lain yang mengisahkan bahwa tari ini berawal dari hubungan romansa antara Panembahan Senopati dengan Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan—red). Hubungan ini yang mengawali semua ikatan antara kerajaan mistis Laut Selatan dengan Kerajaan Mataram ataupun Kasusunan Surakarta. Konon, tari Bedhaya Ketawang merepresentasi semua gerakan rayuan Sang Ratu Laut kepada raja Mataram itu. Tembang yang dimainkan untuk mengiringi tarian tersebut juga menggambarkan curahan hati Ratu kepada sang raja.

Tari Bedhaya Ketawang saat ini ditarikan oleh sembilan orang wanita. Kesakralan pertunjukan tersebut dipertahankan hingga saat ini. Misalnya, kesembilan penari haruslah masih seorang gadis dan tidak sedang haid. Selain itu, mereka (penari—red) juga diwajibkan berpuasa beberapa hari menjelang pementasan. Konon, jumlah penari yang merupakan putri dari kasusunan hanyalah delapan orang. Dipercaya bahwa penari kesembilan merupakan Ratu Selatan sendiri yang hadir untuk membantu membenarkan gerakan tari yang masih salah.

Pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang diiringi oleh musik gendhing ketawang gedhe dengan nada pelog. Ada beberapa instrumen tradisional yang digunakan, antara lain gambang, rebab, gender, suling, kethuk, kenok, gong, kendhang,dan kemanak. Pada babak awal, selain gending, ada tembang durma yang mengiringi tarian tersebut. Dilanjutkan dengan tembang ratnamulya.

Bagi Anda yang ingin menyaksikan pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang sebaiknya bersabar karena pementasannya hanya pada acara penobatan raja. Bahkan, pementasan yang meriah hanya diadakan sekitar delapan tahun sekali. Andaikata berhasil mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan pagelaran tersebut, bersiap-siaplah untuk mematuhi berbagai prasayarat dari penyelenggara. Tidak hanya para penari, para penonton juga harus mematuhi beberapa aturan sakral, seperti tidak boleh bicara, makan, atau minum selama pertunjukan berlangsung. Penonton juga harus duduk diam, tenang, dan memperhatikan pementasan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline