Lihat ke Halaman Asli

Wewenang Pengadilan untuk Mengadili

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

H.RM Priyo Handoko SS, Ketua Pusat Studi Hukum Dan Ham GP Ansor Surabaya

Pada Tulisan kecil dan sederhana ini saya tidak mengomentari kasus yang terjadi pada Budi Gunawan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Saya hanya akan bicara tentang Kewenangan Pengadilan Negeri terkait Hukum Acara Pidana. Sebelum menjadi Dosen PNS di UIN Surabaya saya seorang Advokat yang berkantor di Surabaya. Saya sebagai seorang Advokat sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2010. Saya praktek sudah 20 tahun dan menangani perkara pidana ratusan perkara baik Pidana Umum maupun Pidana Khusus.

Disamping sebagai Advokat saya juga mengajar di Fakultas Hukum UWKS dan UNMER Malang. Singkatnya saya punya sedikit pengalaman mengajar dan praktek. Tulisan ini murni mengangkat pengalaman dan tidak memihak pada BG maupun KPK. Saya salah satu warga masyarakat yang mendukung KPK karena secara Yuridis lembaga KPK masih eksis. Saya juga mendukung Lembaga Polri agar kuat dan berwibawa sebagai penegak hokum di Indonesia. Keinginan saya KPK kuat, Polri Kuat dan berwibawa.

Terkait kewenangan Pengadilan Negeri Untuk Mengadili kita dapat melihat pada Bab X KUHAP. Dalam Pasal 77 KUHAP disebutkan dengan jelas (asas sense clear), bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

a.sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

b.ganti kerugian dan atau rehabilitasibagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Wewenang Pengadilan Negeri yang tersebut dalam pasal ini sebenarnya boleh dikatakan suatu wewenang khusus, yaitu wewenang untuk mengadili perkara atau sengketa yang timbul khusus akibat penyidikan dan penuntutan perkara pidana (lihat R Soesilo; 1986 hal 72). Sidang Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri. Proses Praperadilan yang dipimpin oleh hakim tunggal dengan maksud tercapai asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan yang bertujuan menjamin keadilan dan kepastian hokum.

Perkara Praperadilan yang ditangani Hakim Ripin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin 16-2-2015, saya melihat siaran langsung pembacaan Putusan lewat TV One, yang isinya kurang lebihnya sebagai berikut:

1.Mengabulkan permohonan Budi Gunawan dan menyatakan penetapannya sebagai tersangka tidak sah.

2.Menyatakan surat perintah penyidikan yang menetapkan Budi Gunawan tersangka adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hokum karena itu penetapan a qou tidak mempunyai kekuatan mengikat.

3.Menyatakan penyidikan yang dilakukan KPK terkait peristiwa pidana terkait UU tentang Pemberantasan Korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hokum karena itu penyidikan tak mempunyai kekuatan hokum mengikat.

4.Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon adalah tidak sah.

5.Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan lebih lanjut berkaitan dengan penetapan tersangka pada diri pemohon oleh KPK.

6.Membebankan biaya perkara kepada Negara sebesar nihil.

Apabila kita kaji secara obyektif, bahwa obyek perkara Praperadilan sudah diatur secara tegas dalam Pasal 77 KUHAP.  Diluar ketentuan dari Pasal 77 KUHAP bukan merupakan obyek Praperadilan. Sedangkan keputusan Praperadilan oleh Hakim Ripin Rizaldi sudah diluar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Jika terjadi masalah seperti ini maka kita masih dapat berharap kepada Mahkamah Agung untuk melakukan kewenangannya sabagai lembaga Pengadilan Tertinggi.

Secara Yuridis kita faham sampai saat ini Budi Gunawan TIDAK BERSALAH. Yang saya permasalahkan dalam tulisan ini adalah Hakim Ripin Rizaldi membuat keputusan diluar Sistem Hukum yang ada. Dengan keputusan ini maka dalam acara Pidana Tidak ada kepastian hokum. Padahal dalam perkara Pidana asas Legalitas merupakan asas terpenting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline