Split (2016) merupakan salah satu film trilogi karya M. Night Shyamalan, dibandingkan dengan Unbreakable (2000) atau Mr. Glass (2019), bagi saya, Split lebih mengesankan ketimbang dua film lainnya. Unsur psikologisnya lebih dalam.
Terlebih ketika James McAvoy memeran beberapa kepribadian Kevin Wandell Crumb, dia harus berakting dalam satu film dengan macam-macam karaker. Berganti dari satu kepribadian ke kepribadian yang lain tentu bukan hal yang mudah.
Kevin Wendell Crumb mengidap gejala gangguan identitas disosiatif atau kerpibadian majemuk. Dan kepribadiannya terpecah (split) menjadi 24 pribadi yang berbeda-beda. Dia bisa berganti-ganti kepribadian layaknya berganti baju.
Masing-masing kepribadian mempunyai ingatan sendiri, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta IQ yang berbeda.
Ada dua kepribadian yang menonjol, Dennis dan Patricia. Dua kepribadian ini secara berulang saling bergantian memegang kendali penuh atas tubuh Kevin.
Meski secara fisiologis dirinya lahir sebagai pria, tapi Kavin mempunyai Patricia yang berjenis kelamin perempuan.
Selain itu ada Hedwid kepribadian yang konsisten berumur sembilan tahun. Anak kecil yang terperangkap dalam tubuh dewasa. Saat James McAvoy memerankan Hedwid hal itu membuat kita bersimpati pada kepolosonnya.
Tubuh Kevin serupa rumah dihuni keluarga besar kepribadian yang diciptakan oleh dirinya sendiri.
Masalahnya, ada kepribadian yang berencana jahat. Film dimulai ketika Dennis menculik tiga gadis. Mereka disiapkan untuk ritual memanggil The Beast binatang buas dalam diri Kevin. The Beast adalah pribadi paling liar, dan paling kuat, yang diciptakan Kevin semasa kecil ketika dia kehilangan ayahnya.
Perlu diingiat, setiap kepribadian Kevin mempunyai nama. Bahkan mereka bisa saling mengobrol. Saya membayangkan, jika cara kerja gangguan identitas disosiasif atau kepribadian majekmuk seperti yang disimulasikan dalam Split, betapa melelahkan bagi penderitanya dengan berganti-ganti kepribadian.