Lihat ke Halaman Asli

Raden Mahdum

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Masalah Pembuktian dalam Kasus Pelecehan Seksual dan Pembuktian dalam RUU PKS

Diperbarui: 1 Desember 2021   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

in criminalibus, probationes bedent esse luce clariores adalah sebuah adagium hukum yang mengartikan bahwa dalam perkara hukum, bukti harus lebih terang dari cahaya. 

Menitik beratkan dalam hal tersebut, bahwa pembuktian adalah suatu hal yang fundamental dalam perkara hukum. Bukti adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran peristiwa. 

Oleh karenanya pembuktian dalam perspektif hukum adalah perbuatan yang dilakukan guna mencari kebenaran dalam peristiwa hukum, peristiwa hukum tersebutlah yang nantinya akan menimbulkan suatu akibat hukum tersendiri.

Banyaknya kasus-kasus pelecehan seksual yang dilaporkan, tetapi juga banyak yang tidak diproses secara hukum merupakan pukulan keras untuk para pencari keadilan. 

Pelecehan seksual merupakan suatu peristiwa imoral yang tidak pernah selesai untuk dibicarakan sampai saat ini. 

Sebenarnya yang demikian itu bukanlah bentuk dari pembiaran terjadinya pelecehan seksual, tetapi ruang gerak dari penegak hukum memang dibatasi oleh seperangkat hukum yang tidak relevan untuk diterapkan pada masa ini. 

Merujuk pada data Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat hampir 8 kali lipat dalam 12 tahun terakhir. 

Angka pengaduan yang masuk terkait pelecehan seksual terus bertambah. Dalam banyak kasus-kasus pelecehan seksual berupa pencabulan memiliki kesulitan dalam perumusan alat bukti, karena pencabulan biasanya dilakukan di tempat tertutup. Oleh sebab itu, selama ini kasus pelecehan seksual yang sifatnya verbal atau sentuhan tidak senonoh sangat sulit dibuktikan.

Jika berbicara konteks pembuktian dalam hukum pidana, merujuk dalam Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menggunakan lima macam alat bukti, yaitu: 

1). Keterangan saksi, 2). Keterangan ahli, 3). Surat, 4). Petunjuk, 5). Keterangan terdakwa. Sehingga untuk menetapkan tersangka minimal harus ada barang bukti, misalnya visum et repertum dan saksi, dalam hal ini saksi (korban) yang cukup untuk menetapkan sebagai tersangka. 

Tetapi dalam fakta (juridische feiten), ada pelecehan seksual dalam konteks pencabulan yang bersifat verbal, dan perbuatan imoral tersebut terjadi dengan hanya adanya korban dan pelaku (slachtoffer en dader). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline