Catatan sejarah yang menjadi fakta penting adalah keberadaan Pesantren telah lama ada sebelum Republik ini lahir. Bahkan Pesantren dianggap sebagai produk budaya asli (indigenous culture) bangsa Indonesia yang muncul bersamaan dengan proses Islamisasi di Nusantara pada sekitar abad ke-13 M.
Penyelenggaraan Pesantren bermula dari tempat-tempat pengajian ("nggon ngaji") yang mengajarkan dasar-dasar ilmu keislaman, seperti akidah/tauhid (Islamic theology), fiqh, akhlak, al-Qur'an, hadits, dan nahwu/sharf (Arabic grammar). Bentuk ini kemudian berkembang dengan mendirikan tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantrian atau pesantren.
Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, pada saat itu pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur, sehingga pada saat itu pendidikan ini sangat bergengsi (HM. Suparta, 2014:174).
Era perebutan kemerdekaan, pesantren semakin menunjukkan perannya sebagai garda terdepan menumpas penjajahan di Indonesia. Hingga saat ini pun, lembaga pendidikan pesantren tetap eksis dalam menumpas 'penajajahan moral' bangsa Indonesia.
Karakternya yang khas, multikultural dan menyesuaikan dengan peradaban menjadi salah satu ciri model pendidikan pesantren. Maka tidak salah jika hingga saat ini pun model pendidikan pesantren tetap diterima di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.
Senada dengan hal tersebut, menurut Azyumardi Azra bahwa pesantren merupakan pendidikan agama Islam tradisional di dunia yang mampu bertahan hingga kini karena akomodatif dan bisa melakukan penyesuaian diri, berakulturasi dengan budaya setempat (Azyumardi Azra, 2012:107-116).
Lebih lanjut ditambahkan bahwa pendidikan Islam di Indonesia terus berkembang seperti yang dikenal dengan sebutan pesantren, pondok, surau, dayah, dan madrasah. Pesantren, pondok sebutan untuk wilayah Jawa, surau untuk Sumatera Barat, dayah untuk wilayah Aceh. Pondok, pesantren, surau, dan dayah merupakan pendidikan Islam tradisional yang kurikulum pendidikannya diatur oleh pengasuh (kyai: Jawa), dan sekarang pendidikan Islam tradisional secara umum disebut dengan pesantren.
Kalau madrasah bisa dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam Indonesia yang modern dan kurikulumnya diatur secara Nasional oleh Kementerian Agama. Pendidikan pesantren mempunya tiga tradisi penting, yaitu tranmisi pengetahuan agama, menjaga tradisi Islam dan ketiga reproduksi ulama (Azyumardi Azra & Dina Afriyanti, 2005:1-4).
Secara umum, dapatlah dikatakan bahwa pesantren memegang peran sentral di bidang agama, budaya, ekonomi, sosial, bahkan dalam bidang politik. Pada bidang agama, pesantren tidak diragukan lagi kiprahnya.
Pesantren juga konsisten menjaga "tradisi" turun-temurun yang khas dari bangsa Indonesia menunjukkan bahwa budaya pesantren sebagai cerminan budaya asli masyarakat Indonesia.
Pun, di bidang sosial dan ekonomi, kemandirian pesantren memberikan teladan bagi masyarakat untuk berperilaku berdiri di atas kaki sendiri. Tidak bergantung pada siapa pun baik dari sisi pendanaan maupun sisi yang lain. Dari aspek politik, tidak jarang alumnus pesantren berkiprah di dunia politik. Tidak jarang pula para alumnus tersebut menduduki jabatan publik yang langsung bersinggungan dengan kebijakan implementatif di masyarakat.