Bagaimana menurut Anda jika orang yang berhutang pada Anda hanya bayar sebagian lalu menganggap hutang itu sudah lunas? Itulah yang terjadi pada kasus saya dengan Pos Indonesia.
Hampir setahun yang lalu, atau tepatnya pada 27 Juli 2019, saya mengirimkan beberapa paket barang yang diasuransikan melalui kantor pos Kebon Jeruk, Jakarta. Petugas Pos saat itu memberikan label "ACC resip" dan saya setuju asalkan ada label "fragile" karena barangnya pecah-belah. Saking percayanya karena menggunakan Pos selama 6,5 tahun, saya pergi sebelum label itu dipasang.
Sesampainya di rumah pada 6 Agustus 2019, ternyata 2 paket barang dengan nomor kiriman 17073948283 dan 17073948267 rusak sementara tidak ada label "fragile". Saya mengajukan komplain pada 7 Agustus 2019 namun sempat ditolak dengan menggunakan "ACC resip" sebagai alasan yang artinya resiko rusak di tangan saya. Tapi saya merasa kesalahan ada pada petugas yang lupa memberikan label "fragile" padahal sudah diingatkan sebelum pengiriman. Ada bukti video bahwa saat 2 paket itu sampai, tak ada label "fragile".
Selama berbulan-bulan saya menghubungi hampir semua saluran komunikasi customer service Pos Indonesia tanpa ada hasil. Sampai akhirnya pada Oktober 2019, ada perwakilan dari kantor pos Sumenep selaku kantor pos terima yang mendatangi rumah saya untuk memberikan ganti rugi.
Awalnya saya positive thinking bahwa Pos sudah bertanggungjawab sepenuhnya bahkan bersedia foto bersama. Namun kemudian sangat kecewa karena ternyata Pos belum memberikan ganti rugi ongkos kirim sesuai dengan Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) nomor KD65/Dirut/0812 perihal Jaminan Ganti Rugi Surat dan Paket Dalam Negeri.
Saat ditagih, Pos sempat berdalih kasusnya sudah selesai, kali ini menggunakan foto bersama saya sebagai "tameng". Saat dijelaskan bahwa ganti ruginya masih kurang sesuai peraturan yang dibuat sendiri, Pos menjelaskan bahwa peraturan diatas sudah diubah. Sayangnya peraturan barunya yang disinyalir terbit sejak 2018 ternyata tidak ada publikasinya sama sekali sehingga saya meragukan kebenaran eksistensinya.
Sampai sekarang saya terus berusaha mengajukan komplain tapi entah diabaikan atau dijawab dengan cara copy paste oleh tim Pos Indonesia, itupun yang dikopi adalah jawaban yang salah. Meski sudah dikoreksi namun terus saja kopian yang keliru itu yang dijadikan tanggapan di berbagai surat pembaca saya di media, seolah sama sekali tidak mempedulikan etika akan bagaimana cara melayani customer yang baik.
Dengan demikian saya menganggap bahwa Pos Indonesia belum sepenuhnya melunasi klaim asuransi saya. Terus terang saja itu membuat saya merasa tertipu dan curiga, jangan-jangan terjadi pungli.
Saya harap ganti rugi ongkir saya dapat segera dibayarkan dan sampai itu terjadi, saya akan melakukan blacklist terhadap Pos Indonesia dan sosialisasi terhadap kasus ini tidak akan berhenti. Saya juga akan terus beranggapan ini adalah hutang yang tidak akan pernah lunas sampai benar-benar dibayarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H