Lihat ke Halaman Asli

nizami

Rakyat

Warung Kopi dan Oligarki

Diperbarui: 1 November 2019   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

geotimes.co.id

Mahesa bukan seorang mahasiswa, namun sangat memantau perkembangan dunia, melalui telepon genggamnya atau terkadang koran-koran yang dijual Pak Mandra, sopir bis yang berakal aktivis, tentu saja terkadang Pak Mandra menjadi teman diskusi Mahesa, tidak di ruang rapat apalagi gedung, namun warung kopi.

"Pak, malam nanti kita ke warung kopi yuk, kita adakan sidang paripurna!"

"Opo to cah, emangnya sampeyan nggak bosen to, ngobrol karo aku terus?' Pak Mandra merapikan dagangannya.

"Enggak, Pak. Aku yang traktir kali ini, tenang aja, Bapak bisa ngopi sampai budek"

"hahaha, memangnya kopi itu kuminum lewat lubang hidung?"

Mahesa melintas sambil tersenyum kecil.

Malam sabtu itu, Mahesa sudah tiba lebih dulu, disambut gemerlap kecil cahaya mentari yang disampaikan bulan, bintang-bintang terlihat saling mengobrol membicangkan Mahesa, anak kecil yang sok tahu tentang rahasia dunia.

"kopi pahit adem nya satu, Mas" Sahut Mahesa, lalu mengeluarkan kertas contekan yang isinya problema negara.

"Terima kasih" Mahesa menerima kopinya sambil mengangguk kecil.

"Hei, cah cilik" Pak Mandra menepuk bahu Mahesa, "Jadi apa agenda rapat kita malam ini"

"Tenang dong, Pak. Pesan kopi saja dulu, kayak mau pindah ibukota aja" Canda Mahesa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline