Lihat ke Halaman Asli

Rizka Verdiana

mahasiswi universitas darussalam gontor

Bulan yang Redup

Diperbarui: 7 September 2021   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

1

KISAHKU

            Hai, Namaku veina artha natasya. Biasanya aku dipanggil vey oleh teman-temanku. Aku menempuh pendidikan ku di SMA Gruda. Sekarang aku duduk di kelas XI, aku dikenal sebagai anak berprestasi disekolahku. Tapi, semua itu tidak cukup bagiku sebelum aku busa membahagiakan kedua orang tuaku. Ayahku seorang polisi disalah satu kantor di Jakarta, bundaku pemilik restaurant yang sangat ramai pengunjungnya. Dari teman-teman sebaya ku, orang tua ku bisa memberikan semua yang kau minta. Tanpa lama-lama apa yang aku minta akan di turutinya. Sedangkan, temanku yang lainnya jika meminta kepada orang tuanya harus menunggu lama hingga permintaannya dituruti.

            Suatu ketika aku beretmu dengan salah seorang temanku, namanya rein. Ia memang anak yang sangat pintar dan cerdas. Karena ketekunan dan kesungguhan ia dalam belajar akhirnya ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya di Tokyo. Ia bukan termasuk keluarga yang kaya raya. Akan tetapi orang tuanya hanya bisa membiayainya sekolah dan belum bisa mengabulkan apa yang ia inginkan. Suatu ketika ia bertanya kepadaku....

" vey, adakah harapan yang belum kamu capai hingga saat ini?" kata rein kepadaku. " yaaa. Pasti ada, aku ingin membanggakan orantuaku dengan kesuksesanku dalam meraih cita-cita ku". Jawabku. " jika kamu diberikan kesempatan untuk belajar dinegara orang, sedangkan orangtua kamu tidak mempunyai biaya untuk itu, apa yang kamu lakuakan vey?" kata rein. " aku akan berusaha mengumpulkan uang dan mencari uang untuk menambah biaya aku hidup dinegara orang lain, jika memang tidak mencukupi mungkin itu memang bukan takdirku untuk bisa menuntut ilmu dinegara lain.." kataku.

            Sejenak rein terdian setelah menndengarkan jawabanku. Lalu, aku bertanya kepadanya " rein, kenapa kamu terdiam? Apakah ada hal yang membuat kamu bimbang untuk menerima beasiswa itu rein?". Lalu ia menjawab dengan wajah penuh dengan harapan " vey, aku bukan orang yang kaya raya, ayahku bisa membiayai aku sekolah SMA saja aku sudah bersyukur sekali, tapi aku bingung bagaimana kau hidup di Negara lain jika tidak ada biaya nya?". Akupun ikut merasakan apa yang dirasakan rein saat ini. Semakin lama percakapan ini membuat rein menjadi bersedih. Lalu aku memutuskan untuk mengajak rein untuk kembali pulang kerumah.

            Setelah sampainya aku mengantarkan rein pulang, aku mulai berfikir tentang semua yang sudah aku punya saat ini. Aku hidup diantara keluarga yang sangat berkecukupan. Semua yang aku minta selalu dituruti oleh ayah dan bundaku. Tapi sampai saat ini aku belum bisa membanggakan orang tuaku dengan prestasi-prestasiku saat ini. Sedangkan rein, ia hanya orang biasa yang mana orantuanya belum bisa memberikan semua yang ia butuhkan, tapi dengan ketekunan dan kesungguhan ia dapat membanggakan orang tuanya.

2

MIMPIKU

            "kriiinggg...."

            Suara bel sekolah terdengan sangat jelas ketika jam menunjukkan pukul 07.00. gerbang sekolahpun ditutup oleh seseorang berseragam coklat yang berdiri tegak tepat didepan gerbang sekolah. Para muridpun bergegas untuk memasuki kelas masing-masing dengan tertib. Semua bersemangat unutk belajar demi meraih cita-cita dan mimpi mereka masing-masing. Suasana kelasku pun sangatlah damai dan tenag, semua memperhatikan gur yang sedang menjelaskan pelajaran didepan kelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline