Berdasarkan laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada lebih dari 720.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahunnya. Tragisnya, bunuh diri juga penyebab kematian ketiga di kalangan usia 15-29 tahun, yang merupakan usia produktif seseorang. Angka-angka ini menunjukkan masalah besar yang masih sering terjadi tapi seringkali tidak disadari oleh lingkungan sekitar. Apa yang menyebabkan mereka memilih jalan ini? Dan yang lebih penting, bagaimana kita bisa mencegahnya?
Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) menunjukkan peningkatan kasus bunuh diri di Indonesia. Di tahun 2023, tercatat 1.288 kasus dan di tahun 2024 hingga bulan Oktober, sudah tercatat 1.023 kasus. Menurut laman American Foundation for Suicide Prevention, depresi menjadi penyebab terbesar seseorang memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Depresi pada seseorang dapat diakibatkan oleh banyak hal, salah satunya stres. Menurut Kemenkes, penyebab stres diantaranya: beban kerja, krisis ekonomi, peristiwa buruk, penyakit kronis, ketidakpastian, dan lingkungan yang tidak aman. Salah satu penyebab stres pada anak muda adalah tuntutan akademik. Banyaknya tugas dan ujian yang diberikan, mengakibatkan mereka kekurangan waktu untuk sekedar bermain dengan teman. Selain itu, membandingkan diri mereka dengan temannya yang dirasa lebih sukses juga menambah beban psikologis.
Sosial media juga menjadi penyebab utama anak muda menjadi stres. Maraknya kasus cyberbullying dapat menjadi penyebab seseorang merasa stres dan tertekan. Selain itu, sosial media seringkali menampilkan kehidupan ideal seseorang yang akan memunculkan perasaan kurang puas pada dirinya.
Sebenarnya, cara paling mudah untuk mencegah terjadinya stres di kalangan pemuda adalah orang-orang terdekat yang mau mendengar cerita mereka. Orang tua, khususnya, harus mau mendengar dan mengajak mereka berbicara, agar saling tahu permasalahan yang sedang mereka hadapi. Paling tidak, lewat cerita, beban yang mereka rasakan sedikit berkurang. Semua perasaan dan emosi yang mereka rasakan adalah hal yang valid, yang harus diakui, agar mereka merasa didengar dan diperhatikan. Lingkungan pertemanan juga menentukan tingkat stres seorang pemuda. Pertemanan yang saling mengerti dan mendukung, akan membantu mereka dalam menjalani hari-hari.
Jika memang perasaan mereka sudah tidak bisa dikendalikan, boleh mencoba konsultasi dengan ahlinya. Saat ini, sudah banyak layanan konseling secara online. Pemerintah juga telah menyediakan layanan kesehatan mental lewat BPJS Kesehatan.
Di lingkungan pendidikan, hendaknya sekolah-sekolah mulai menyediakan layanan konsultasi kesehatan mental pada muridnya. Layanan yang diberikan juga hendaknya tidak terpaku pada permasalahan akademik, tapi secara universal. Sama halnya dengan perguruan tinggi, yang juga harus menyediakan layanan yang sama terhadap mahasiswanya.
Sebagai masyarakat umum, mulailah mengubah persepsi bahwa kesehatan mental bukanlah hal yang tabu dan bukan hal yang memalukan. Ayo mulai membiasakan untuk berani lebih terbuka dan menerima satu sama lain, serta memaksimalkan pelayanan kesehatan mental agar tercipta lingkungan yang sehat untuk generasi selanjutnya. Dengan kerja sama yang baik dari pemerintah dan masyarakat akan sangat membantu mengatasi permasalahan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H