Lihat ke Halaman Asli

Tranportasi Kota Malang Bagai "Hukum Rimba"?

Diperbarui: 28 Agustus 2017   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taxi Online yang ringsek setelah menabrak Bus Sumber : www.facebook.com

Kejadian laka di jalan Gatot Subroto atau bisa di sebut Embong Brantaspagi ini Minggu (27/8) bukan kejadian laka biasa, pasalnya kejadian  laka antara sebuah mobil Avansa dengan sebuah bus itu penyebab dari insiden kejar -- kejaran antara Taxi Online dengan Taxi Konvensional. Namun sampai artikel ini ditulis si Taxi Konvensional tersebut belum di temukan.

Yaa, banyak saksi mata mengatakan demikian dan wargaa sekitar tidak heran dengan kejadian kejar -- kejaran tersebut apalagi di daerah Stasiun Malang Kota Baru atau di sekitar Jl. Trunojoyo dan Jl. Kertanegara sudah bukan hal yang luar biasa jika ada beberaapa Taxi Online yang terkena "Razia"Oknum -- oknum dengan membawa secarik kertas yang berisikan perjanjian tentang operasional Transportasi Online di kota malang. Bahkan penulis pun juga pernah hampir menjadi sergapan para oknum tersebut sesaat menjemput teman di wilayah tersebut.

Jika dilihat dari kasusnya, mengapa kedua taxi tersebut saling kejar-kejaran dan menyebabkan laka padahal kedua taxi tersebut walaupun secara sekilas yang memang beda, akan tetapi sebenarnya kedua tranportasi tersebut sama -- sama online sama-sama  bekerja sama dengan perusahaan yang sama, mungkin kita sempat melihatnya di Koran bagian pojok kiri atas.  

Namun kenapa sampai kejar-kejaran seperti itu?

Menurut beberapa driver taxi online, jika mereka terkena razia atau mengambil penumpang di wilayah mereka. Mau tidak mau STNK mobil atau Mobil mereka bisa di tahan oleh oknum-oknum tersebut dan akan diserahkan ke DISHUB, namun semua itu bisa di kembalikan jika ia bisa menebus dengan "Uang damai" kepada oknum -- oknum tersebut.

Walau demikian kenapa masih banyak saja taxi online yang "Nekat" mengambil penumpang di wilayah tersebut, bahkan si calon penumpang sampai rela berjalan kaki dari stasiun kota ke lokasi yang di anggap aman menurut driver Taxol, sedangkan di wilayah tersebut sudah tersedia Taxi yang sudah berparkir rapi di depan stasiun dan beberapa mikrolet/angkot yang siap mengantarkan calon penumpangnya dan tarifnya flat dan murah meriah.

Disini penulis melihat komentar dari beberapa orang dan jawabannya sangat simple, yakni pelayanan, harga dan juga waktu. Penumpang dapat menilai langsung terhadap kinerja dari driver dan driver juga di tuntut untuk menerima orderan sebanyak mungkin sesuai target yang di tentukan

Disini peran ketegasan pemerintah sangatlah peting dalam menanggulangi hal tersebut,  jika pemerintah hanya menonton saja kejadian seperti ini pastinya akan banyak pihak yang di rugikan terutama pihak transportasi online yang dalam hal ini menjadi korban sweeping maupun premanisme dan juga penumpang yang notabene mencari transportasi yang sesuai yang ia inginkan justru di paksa mengikuti aturan yang dibuat oleh oknum -- oknum entah dari angkot maupun dari taxi konvensional.

Mungkin dari penulis bisa memberikan masukan kepada pemerintah terutama kepada dinas pehubungan dalam menanggulangi permasalahan tersebut agar lebih berinovasi dan bercermin kepada kota-kota yang sudah mengclearkan konflik antara kedua transportasi tersebut. Dan yang lebih di perhatikan tentang kegiatan sweeping dan premanisme oknum -- oknum tersebut untuk di tindak tegas mengingat itu adalah tanggung jawab dari pemerintah dan driver Taxi/Ojek Online juga dari masyarakat kota malang juga yang sama-sama mencari rezeki.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline