Lihat ke Halaman Asli

Catatan Hati Seorang Akhie 17 : Derai Rindu

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Krisis politik Timur Tengah khususnya Mesir, berdampak besar bagi sebagian besar mahasiswa luar negeri yang menimba ilmu di sana. Termasuk salah satunya sahabatku asal Makassar, Abdul Hakim.

Ia pun terpaksa kembali ke Indonesia dengan segala rancangan skripsi sarjananya yang tinggal menghitung hari. Sungguh sangat disayangkan hanya beberapa bulan lagi ia akan menyandang gelar Lc (Licence) alumni Al-Azhar Kairo.

Sebenarnya saat krisis politik Mesir mereda, mahasiswa asal Indonesia dipersilahkan untuk kembali menuntut ilmu di Mesir. Namun, Abdul Hakim memilih tetap tinggal di Indonesia. Saat aku bertanya kepadanya, ia hanya menjawab singkat jika izin tinggal dan beasiswa pendidikannya sudah hampir habis. Entahlah..

Aku sangat kaget saat ia tiba-tiba menyapaku dengan salam fasihnya di tengah khusukku menanti disebutnya namaku, plus embel-embel gelar kosong. Ternyata ia dan puluhan mahasiswa alumni mesir “terpaksa” ikut diwisuda di kampusku. Riuh rendah ribuan wisudawan wisudawati menyaru dalam hari bahagia masa muda, kecuali diriku. Sepi…

Sejujurnya aku tidak terlalu bahagia dengan embel-embel kosong di belakang namaku yang panjang itu. Aku menyadari keterlambatanku dan tertinggalnya diriku oleh kawan-kawan seangkatanku. Dan itu sangat membuatku kecewa. Tapi, menyeruak sedikit pembelaan dan pembenaran terlambatnya diriku dengan embel-embel kosong ini. Aku mencoba memaklumi ini bukan keinginanku tapi suratan takdir yang memang harus kulalui seperti ini. Lagi pula, Abdul Hakim yang lebih tua setahun dariku pun telat jua. Huh, begitulah jiwa manusia, senang bila ada yang lebih menderita dari kita atau senasib.

Saking asyiknya ngobrol ngalor ngidul sempat tak ingat apakah namaku sudah disebut MC atau belum. Aku terlalu asyik membahas bahasan menarik anak muda yaitu tentang menikah. Memang sekedar omong kosong mengisi hari-hari masa depan yang samar yang semoga tidak suram.

“Akhi, antum ditunggu teman-teman alumni tuh di deket air mancur.” Seorang wisudawati muncul dari arah belakangku dan langsung berbicara dengan Abdul Hakim. Aku menatapnya sekilas. Iya sekilas saja. Terlalu indah. Aku malu untuk menatap gadis jilbaber bening bak kucing yang sedang kelaparan. Aku menatapnya sekilas tapi sejujurnya kuakui ada getar-getar kekagumanku pada gadis ini.

Ekor mataku tak bisa kutahan untuk memperhatikan tingkahnya. Ia nampak akrab sekali dengan Abdul Hakim. Sejumput cemburu mungkin iri menyapaku. Ia nampak anggun sekali. Ekor mataku semakin iri saat ia tak sedikit pun memperhatikanku. Padahal jauh-jauh hari aku bercermin dan berdandan agar terlihat sedikit gagah di hari istimewa ini. Alam bawah sadarku berteriak mencoba menghipnotis, “Ayo lihat aku!”

Dan aku berhasil. Ia nampak rikuh nan kikuk saat menyadar ada diriku di samping Abdul Hakim. Suaranya yang super akrab dengan Abdul Hakim mendadak pelan dan nampak malu-malu sambil merapikan jilbab dan toganya. Dan…. Ekor matanya terlihat memperhatikanku. Aku yakin itu. Aku hanya tersenyum “kepedean”.

Aku yakin ia tertarik padaku. Masa? Sebegitu percaya dirikah aku ini? Mungkin terlalu percaya diri. Tapi, aku bukanlah lelaki awam yang tidak tahu tentang gerak gerik wanita yang tertarik dengan diriku. Saat ia berdiri di depanku atau setidaknya memperhatikan diriku lalu ia merapikan penampilannya, baik jilbab atau pakaiannya. Dan tak lupa dengan tingkah kikuknya. Hmhm.. Aku meyakini ia tertarik dengan pesonaku. Memangnya aku mempesona? Hmhm.. Ah, ini hanya khayalan kemudaanku saja.

Saat gadis indah nan bening ini meninggalkan kami, tergesa aku bertanya pada Abdul Hakim. Jujur, aku penasaran laksana cacing kepanasan nan kelaparan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline