Lihat ke Halaman Asli

Antara Gugur Bunga dengan Lentera yang Padam

Diperbarui: 29 September 2022   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lentera Iman - Home | Facebook

Antara Gugur Bunga dengan Lentera yang Padam

Lantunan dzikir dan suasana tenangnya malam menghiasi suasana hati ku di kala aku sedang menantikan waktu Isya, tepat pada hari ini di hari Jumat bulan Maret yang lalu aku sedang bersila di atas karpet masjid sembari mengharap guruku yang sedang melantunkan dzikir dan kemudian dilanjutkan dengan Muqaddimah. 

Saat itu aku dengarkan penjelasan dari Guruku isi dari kitab kuning seketika duniaku hilang entah kemana pandangan dan telinga ku hanya tertuju pada satu titik yaitu kepada guruku yang sedang menerangkan penjelasan darinya memanglah sangat lurus dan mudah untuk dimengerti tak heran jika orang-orang sangat menghormatinya dan banyak yang bertanya atau berkonsul kepadanya termasuk aku sendiri, bagiku dia merupakan guru terbaik yang pernah aku temui, dia ahli dzikir, ahli sedekah, dan ahli ilmu.

Namun seketika sesuatu mulai berubah ketika guruku mulai jatuh sakit, saat itu bertepatan pada bulan Zulkaidah yang pada bulan Masehi nya yakni bulan Juni, aku dengar kabar bahwa guruku sakit paru-paru basah, pertama kali mendengarnya aku merasa terkejut dan aku menganggapnya hanya penyakit biasa, namun seiring dengan berjalannya waktu, entah mengapa waktuku mulai direbut oleh tanggung jawabku sebagai siswa dan juga sebagai pengurus organisasi yang tak kunjung membuatku diam sejenak dimajelis ilmu, sehingga mulai dari saat itu aku jarang sekali bertemu dengan guruku lagi, walaupun sebenernya hati ini ingin sekali berjumpa dengannya.

Waktu dan kesibukanku seolah-olah menjadi benteng penghalang antara diriku dengan guruku, jangankan ingin berjumpa dengannya, bahkan waktu dan kesibukanku melarangku untuk mengucapkan salam kepadanya, seolah olah tanganku sudah asing lagi untuk menggenggam tangannya yang begitu suci. 

Sebenarnya aku pernah bertanya kepada diriku sendiri, apakah ini karena diriku senditi yang tidak bisa mengatur waktuku sehingga aku meninggalkan kewajibanku untuk menuntut ilmu agama ? Tapi seolah olah tanggung jawabku sebagai pengurus organisasi mengikatku untuk tidak bisa bertemu dengan guruku.

Aku bingung memilih antara tanggung jawab dengan mencari ilmu, dan ternyata aku hanya memilih salah satu dari itu, yakni aku melaksanakan tanggung jawabku dan meninggalkan yang 1 nya lagi, seiring dengan berjalannya waktu, hari Jum'at pun berlalu selama 2 Minggu, hingga setelah itu kehadiranku dipertanyakan oleh salah satu satu seorang jama'ah, "Ki, apa kabar ? Kemanaaja, jarang lihat kamu ada dipengajian, nanti ikut yaa pengajian...".

Aku pun bingung untuk menjawabnya, sedangkan di organisasi ku sedang banyak sekali yang harus aku urusi sehingga waktu malam pun aku pakai untuk menyelesaikan tugasku di organisasi, sehingga aku menjawab hanya dengan senyuman dan sedikit kata "iya Pak insyaallah kalau ada waktu".

Hari pun berjalan seperti biasanya selama 3 Minggu, hingga akhirnya aku pun dilepaskan oleh tanggung jawabku untuk pergi berjalan kemasjid untuk menuntut ilmu di hari Jum'at itu, ternyata tak kusangka tampak wajah guruku yang mulai mengurus dikarenakan penyakitnya yang semakin parah, mukanya ibaratkan tulang yang hanya dilapisi kulit tanpa adanya daging.

Beda sekali dengan keadaannya saat sehat dahulu, hingga akhirnya diakhir muqodimah beliau mengatakan "di setiap malam Sabtu insyaallah saya akan menyempatkan diri, memaksakan diri hanya untuk menjalani kewajibanku sebagai seorang pendakwah, karena sejatinya dakwah adalah hidupku, aku tidak bisa meninggalkannya".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline