Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Kasus Penistaan Agama Masih Marak Terjadi?

Diperbarui: 24 Januari 2024   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MUI Sebut Upaya Penghapusan Pasal Penodaan Agama Bakal Dapat Perlawanan : Okezone Nasional ber gambar

Indonesia adalah negara yang multikultural. Baik dari suku, bangsa, ras, dan agama. Kita wajib bangga atas keberagaman yang kita miliki. Tetapi di sisi lain, banyak faktor pemicu perpecahan terutama berkaitan dengan agama yang menjadi topik sensitive untuk dikulik. Penistaan dan penodaan agama bukan lagi permasalahan yang baru di Indonesia. Menurut Taufiq Nugroho dikutip dari tribunnews.com, ada tiga faktor yaitu:

  • Karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hukum.
  • Kurangnya pendidikan atau pemahaman tentang agama.
  • Karena para pelaku tahu bahwa hukum yang akan menjerat mereka masih ringan. Artinya hukum yang ditetapkan di Indonesia tidak membuat para pelaku jera atau masih ringan.

Perudang - Undangan Yang Mengatur Tindak Penistaan Agama

Pasal 156a KUHP

Pelaku dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun. Sanksi ini dapat menjerat semua warga negara Indonesia, baik umat muslim maupun non muslim.Beberapa tindakan yang dapat diartikan penodaan atau penistaan agama, yaitu:

1. Menghina, mengejek, dan menyalahkan keyakinan atau agam seseorang atau sekelompok orang. Dapat berupa tulisan, gambar, kata – kata maupun perbuatan.

2. Mengenalkan ajaran sesat yang dapat mengganggu keyakinan agama seseorang atau sekelompok orang. Terutama oleh para pemimpin kelompok yang belum jelaas asl usul kelompoknya.

3. Merusak fasilitas ibadah atau benda suci agama lain. Tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap agama dan keyakinan seseorang atau sekelompok orang.

4. Bersikap tidak sopan dan tidak menghargai ritual ibadah agam lain. Termasuk mengganggu umat agama lain, terutama pada saat sedang beribadah. Baik dengan cara berteriak atau bagaimanapun caranya disekitar tempat ibadah.

5. Memaksa umat agama lain untuk berpindah atau melepaskan agama yang tidak mereka kehendaki. Terutama oleh pihak keluarga, teman terdekat, maupun lingkungan sekitar.

Berat pidana yang diterima tergantung dari status pelaku, terutama Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat dijerat lebih berat. Karena sebelum PNS ini ditugaskan, mereka sudah dibekali dengan wawasan kebangsaan yang cukup. Diperlukan tindakan lebih lanjut mengenai kasus ini, agar masyarakat juga tahu dampak dari semua tindak tanduk yang dilakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline