Lihat ke Halaman Asli

Kisah Klasik Amerika, Penyelamatan Dunia ala Hollywood

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah berulang lagi. Masih segar dalam ingatan kita tahun 2003 silam, saat serdadu Amerika menyerbu Irak, negara ladang minyak di jazirah Arab. Motif penyerbuan secara sepihak itu hingga kini masih 'nggak jelas'. Amerika berdalih bahwa negeri di Teluk Arab itu menyimpan senjata pemusnah massal. Meski tuduhan itu tidak terbukti, penyerbuan Amerika-dibantu tentara koalisi-tetap saja dilakukan dengan tameng bernama penegakan demokrasi. Saddam Husein, sang 'diktator' mesti digulingkan. Dan penggulingan itu berhasil. Banyak pihak menilai bahwa dalih adanya senjata pemusnah massal (yang mungkin tak pernah ada) atau penegakan demokrasi hanyalah tameng Amerika untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan politiknya di kawasan Timur Tengah. Irak punya posisi strategis dan punya cadangan petro dollar yang cukup besar. Di samping, zona Timur Tengah harus bisa memberi kenyamanan dan kenyamanan bagi Israel, sekutu abadi Amerika. Dan itu sulit terwujud, bila Irak belum terkuasai. Ada Iran, kekuatan kontra yang cukup mengancam 'kenyamanan' Timur Tengah sejak Dinasti Pahlevi digantikan Dewan Revolusi Islam pimpinan Khomeini. 2011 ini, fenomena serupa terjadi di Libya, negeri luas di bentangan Sahara Afrika yang telah dipimpin Kolonel Khadafi sejak 42 tahun silam. Banyak rakyat tak puas dan tertindas dengan gaya kepemimpinan Khadafi yang otoriter bak raja. Muncullah kaum pemberontak. Dengan dalih penegakan demokrasi dan hak asasi manusia yang selama ini telah dilanggar Khadafi, Amerika kembali menunjukkan taringnya sebagai 'penjaga ketertiban dunia', menyerbu Libya di belakang barisan pemberontak yang berupaya menggulingkan sang Kolonel. Dan seperti diduga sebelumnya, Kolonel itu jatuh. Tanpa melalui pengadilan yang layak, ia tewas di tangan pemberontak yang gelap mata memberondongnya dengan peluru. Para aktor dan plot peristiwa Libya tak jauh berbeda dengan peristiwa Irak delapan tahun silam. Ada pemimpin 'diktator', ada pemberontak, ada minyak, dan ada Amerika. Lalu terjadilah perang. Kisah Amerika (seperti juga dalam film-fim Hollywood) adalah kisah superhero penyelamat dunia. Kadang si Benar dimaklumkan melakukan hal-hal yang salah. Batman yang mengendarai Tumbler dibenarkan bila akhirnya ia harus menabrak gedung, berjalan melawan arus, atau menembak si orang jahat. Tindakan Rambo bisa dimaklumi saat ia tak dapat tidak menembaki warga sipil pejuang Viet Kong. Amerika adalah superhero dengan kekuatan superpower. Dengan aneka pembenaran, tak ada yang salah kalau Amerika mencampuri urusan Negara berdaulat; menyerbu Vietnam, mengangkangi Irak, dan menggulingkan pemerintah Libya. Kiprah Amerika sepertinya masih berlanjut. Ia belum bisa sepenuhnya bergerak bebas. Masih ada para pembangkang bengal yang mesti disingkirkan, cepat atau lambat. Lalu, ke mana lagi kah the next waiting list? Venezuela, Bolivia, Iran, atau Korea Utara? Kita tunggu saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline