Sebagai seorang editor, saya menemani perjalanan buku ini dari awal penulisan sampai dengan buku ini tercetak. Sangat panjang perjalanannya, jika dihitung waktu mungkin lebih dari setahun. Buku ini ditulis tidak hanya bersumber dari internet, tetapi dari pengalaman para penulisnya sendiri.
Menjadi seorang editor mengharuskan saya untuk membaca dari kata per kata, bahkan memahami dari setiap bahasan yang ditulis oleh penulisnya. Pertemuan rutin setiap minggu dengan para penulis buku "Tak Kenal, maka Tak Makan", membuat saya banyak mengenal berbagai istilah dalam hal budidaya permakultur. Tak hanya itu, saya juga menjadi tahu bahwasanya banyak sekali tanaman yang kita anggap sebagai tanaman liar, ternyata bisa kita petik untuk kita makan.
Mengutip dari pengantar yang disampaikan oleh Anam Masrur dalam buku ini, berdasarkan penelitian sains modern, di bumi ini ada setidaknya 400.000 spesies tanaman. Dari spesies tanaman yang diidentifikasi tersebut, diduga separuhnya bisa dikonsumsi manusia. Namun, pada kenyataannya manusia hari ini baru mengonsumsi sekitar 200 spesies saja. Bayangkan, betapa besar potensi tanaman yang layak pangan justru kita abaikan.
Memang benar kita selalu dibayangi dengan kekhawatiran saat kita memakan sayuran yang tidak umum dimakan. Kita mungkin akan berpikir, apakah ketika makan sayuran ini kita akan menjadi keracunan. Kekhawatiran tersebut adalah hal wajar karena memang naluri manusia cenderung mencari kenyamanan dan kepastian. Tapi, setidaknya kita juga harus mencoba hal baru yang mungkin hal baru tersebut bisa menjadi pilihan alternatif di masa yang akan datang.
Dengan berbekal panduan dari buku "Tak Kenal, maka Tak Makan", Penerbit CV. Nariz Bakti Mulia pernah berkolaborasi dengan komunitas Green Living Support membuat kegiatan foraging tour di daerah Dukuh Pakis, Surabaya. Kami menjelajahi daerah tersebut dengan berjalan kaki, mencari beberapa tanaman liar yang ada dalam buku ditemani dengan instruktur Bapak Heri Santoso yang juga termasuk salah satu dari penulis buku ini. Setelah kami memetik beberapa tanaman liar tersebut, kami memasak tanaman liar tersebut menjadi berbagai cemilan. Awalnya saya mengira rasanya akan pahit, tetapi ternyata rasanya lumayan enak, bahkan ada tanaman liar yang ketika digoreng rasanya seperti kita memakan nori (rumput laut kering).
Apakah tanaman liar tersebut mengandung nilai gizi? Mungkin hal itu juga menjadi pertanyaan. Tapi pertanyaan tersebut sudah diantisipasi oleh penulis sejak mulai penulisan buku "Tak Kenal, maka Tak Makan". Dari tim penulis, sudah melampirkan nilai manfaat, kandungan gizi, cara budidaya, dan juga resep masakan. Semua pertanyaan sudah difasilitasi dalam satu buku ini. Sebagai tambahan ada sekitar 108 jenis tanaman yang diulas dalam buku ini. Saya sangat berharap buku ini bisa menebarluaskan kebaikan untuk semua kalangan masyarakat. Satu kata yang menjadi penutup dari tulisan ini "Mandiri pangan dimulai dari keluarga".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H