[caption id="attachment_126715" align="aligncenter" width="300" caption="pict from google.com"][/caption] Dialah jiwa yang lebih bara daripada api, lebih sunyi daripada desah angin dinihari masa lalu terpahat jelas di rerimba dadanya, luka meronta keluar dari punggungnya, melodi pilu berlompatan dari jemarinya, dan ribuan kenangan berjatuhan dari nafasnya. Hatinya lebih ringkih dari stalakmit airmata, lebih dahaga dari kemarau kesedihan hening adalah sahabat sekaligus musuhnya yang tak pernah padam, kegelapan adalah penawar luka sekaligus sembilu yang siap melukai kebahagiaan secuilnya Dialah jiwa yang lebih tabah dari Sidharta, lebih keramat dari perjamuan kudus, lebih suci dari penyaliban Yesus, dan lebih khusyu dari ibadah para Nabi raganya merentangkan sayapsayap kesedihan sepanjang garis khatulistiwa, menebarkan debudebu kematian di sela-sela pelangi, sudut-sudut penjuru mata angin, ceruk-ceruk gua, dan halaman-halaman surga kediaman para dewa. Dialah jiwa yang lebih cahaya daripada mentari, lebih merona daripada senja, dimana setiap langkahnya selalu melerapkan nestapa, mencipta anasir yang malaikat pun tiada tahu kapan berakhir, yang diam-diam merangkak dan berjelaga menuju pemakaman para syuhada, maka ketika garis-garis hitam menghias tubuh semesta dan purnama merendah di pelupuk matanya, ia menjelma serigala dengan lolongan panjang yang mematahkan tulang sulbi dan persendian manusia. Dialah jiwa yang bertumpu pada tonggak-tonggak kepasrahan hingga riuhnya ombak berpulang ke dermaga, jangkar mematung di buritan, kapal-kapal kembali bersandar, nakhoda enggan berlayar hanya untuk mengatakan "hiduplah dalam kesesatan kekal" Dialah jiwa dari segala jiwa nirwana yang kejam merajam masa, agam menggenggam kelam dialah.... Jiwa Penyepi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H