Lihat ke Halaman Asli

Bersyukur, Lalu Berbahagia

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock


Setidaknya...

terdapat sebuah kerangka kesuksesan sepeninggal kegagalan,
adalah kesabaran dan do'a yang menyempurnakannya.

-Rizqisme89-


Berbahagia secara sederhana, mungkin itu kuncinya. Sering kedangkalan pikirku menafsirkan kebahagiaan adalah terpenuhinya semua hasrat yang ada dalam kedirianku. Kebahagiaan adalah kecukupan atas sebuah nafsu. Kebahagiaan adalah keadaan dimana aku merasa sedang menggenggam dunia dikepalan tangan kecilku. Ternyata tak hanya itu..

Kedewasaan mengikis paradigma dulu. Berfikir radikal hingga membuahkan sebuah karya pikir; "Bukankah kita terlalu mengecilkan makna kasih sayang Tuhan dengan melihat kebahagiaan dalam perspektif parsial? Bukankah segarnya air akan nampak terasa ketika tenggorokan kita dahaga? Bukankah kesadaran ternamakan dari proses yang berbalik makna darinya, kita menyebutnya mimpi. Dan bukankah kita makhluk yang sempurna, dimana kita dipilih langsung Sang Pemilik Otoritas Dunia menjadi pemimpin bagi setiap makhluk yang ada? Tiada alasan mengecilkan makna kenikmatan bahagia, meski tak jarang kesadaran yang melemah mengaburkan semuanya, meruksak konsepsi hakiki".

"Katakanlah: ”Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur".
(Al-Quran Al-Karim Surah Al-Mulk [67]: ayat 23)


Maka bersyukur, lalu berbahagialah...

Baca juga di : http://prosesberfikir.blogspot.com/2012/07/bersyukur-lalu-berbahagia.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline