Lihat ke Halaman Asli

Rizky Rachmat

Digital Marketer

Stunting dan Kenapa Bisa Jadi Awal Kemiskinan

Diperbarui: 22 Oktober 2024   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah kamu bahwa lebih dari 24% anak-anak di Indonesia mengalami stunting? Data ini bukan hanya sekadar angka; itu adalah sinyal darurat untuk masa depan generasi kita. Stunting, yang sering kali diabaikan, memiliki dampak jangka panjang yang bisa mengubah wajah bangsa. Mari kita telusuri lebih dalam tentang stunting, penyebabnya, dampaknya, serta langkah-langkah yang bisa kita ambil untuk mengatasi masalah ini.

Apa Itu Stunting?

Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami kekurangan gizi kronis yang mengakibatkan pertumbuhan fisik yang terhambat. Menurut World Health Organization (WHO), stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah standar untuk usianya, biasanya diukur dengan menggunakan grafik pertumbuhan (WHO, 2021). Dampak dari stunting tidak hanya terlihat dari tinggi badan, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan otak dan kemampuan belajar anak. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami masalah kesehatan dan kognitif di kemudian hari.

Dampak stunting tidak dapat dianggap sepele. Anak-anak yang mengalami stunting tidak hanya tumbuh dengan fisik yang lebih kecil, tetapi juga memiliki kemampuan kognitif yang terganggu. Penelitian menunjukkan bahwa mereka lebih mungkin memiliki kesulitan belajar, mengingat informasi, dan berinteraksi secara sosial. Ini dapat berpengaruh pada prestasi akademis mereka di sekolah, yang pada gilirannya bisa mempengaruhi peluang kerja dan kualitas hidup mereka di masa depan (UNICEF, 2020). Dengan demikian, stunting bukan hanya masalah kesehatan; ini adalah isu yang berhubungan langsung dengan potensi sumber daya manusia di Indonesia.

Mengapa Stunting Terjadi?

Penyebab stunting sangat kompleks dan sering kali terkait dengan beberapa faktor. Salah satu penyebab utamanya adalah kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, mulai dari kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Pada periode ini, kebutuhan nutrisi anak sangat tinggi. Jika ibu tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup, maka pertumbuhan janin dan anak setelah lahir bisa terganggu (UNICEF, 2020).

Selain itu, infeksi berulang, seperti diare, juga menjadi faktor penyebab stunting. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, anak-anak yang mengalami infeksi ini lebih rentan terhadap gangguan pertumbuhan (Kemenkes, 2022). Sanitasi yang buruk dan akses terbatas terhadap layanan kesehatan juga merupakan masalah yang memperburuk situasi ini.

Indikasi dan Tanda-tanda Stunting

Bagaimana kita bisa mengenali stunting? Salah satu ciri paling mencolok adalah tinggi badan anak yang lebih pendek dibandingkan standar usia mereka. Namun, stunting tidak hanya memengaruhi aspek fisik. Anak-anak yang mengalami stunting juga berisiko mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan stunting memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah, yang bisa berdampak pada prestasi mereka di sekolah (UNICEF, 2020).

Lebih jauh lagi, dampak jangka panjang dari stunting dapat terlihat hingga masa dewasa. Orang dewasa yang mengalami stunting di masa kecilnya cenderung memiliki produktivitas yang lebih rendah dan memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyakit kronis, seperti diabetes dan hipertensi (WHO, 2021). Dengan kata lain, stunting tidak hanya memengaruhi satu generasi, tetapi dapat menciptakan siklus kemiskinan dan kesehatan yang sulit dipecahkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline