Jika shalat menjadi ibadah wajib yang rutin dilakukan oleh mayoritas umat Muslim, mengapa zakat seringkali terabaikan? Padahal, zakat dan shalat memiliki status hukum yang sama---sama-sama merupakan rukun Islam. Kewajiban shalat dan zakat disebutkan berulang kali dalam Al-Qur'an, bahkan sering kali disebutkan bersamaan, seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 110: "Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat..." (QS. Al-Baqarah: 110). Namun kenyataannya, banyak umat Muslim yang rutin melaksanakan shalat lima waktu tetapi masih lalai dalam menunaikan zakat, terutama zakat maal. Apa yang menjadi penyebab ketimpangan ini?
Hukum Zakat: Sama Wajibnya dengan Shalat
Zakat adalah rukun Islam ketiga, setelah syahadat dan shalat. Sebagai ibadah yang berfungsi menjaga keseimbangan sosial, zakat memiliki urgensi yang tak kalah dengan shalat. Dalam Al-Qur'an, zakat disebutkan sebanyak 30 kali, dan 27 di antaranya disebutkan bersamaan dengan shalat. Ini menandakan betapa pentingnya zakat dalam Islam, seiring dengan shalat sebagai kewajiban yang menyatukan hubungan manusia dengan Allah (hablumminallah) dan hubungan dengan sesama (hablumminannas).
Salah satu hadits yang memperkuat kewajiban zakat adalah sabda Rasulullah SAW: "Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan berhaji ke Baitullah bagi yang mampu" (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, menunaikan zakat tidak kalah pentingnya dengan melaksanakan shalat bagi setiap Muslim yang telah mencapai nisab, atau batas minimal kekayaan yang harus dikeluarkan zakatnya.
Zakat Maal vs Zakat Fitrah
Seringkali, masyarakat Muslim lebih mengenal zakat fitrah yang ditunaikan pada bulan Ramadan sebelum Idul Fitri. Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap individu Muslim, sementara zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan dari harta kekayaan yang dimiliki seseorang selama satu tahun jika telah mencapai nisab. Zakat maal meliputi hasil usaha, perdagangan, hasil pertanian, hingga investasi. Karena lingkupnya yang lebih luas dan kompleks, zakat maal seringkali terabaikan, padahal dampaknya bagi kesejahteraan umat jauh lebih signifikan.
Abu Bakar dan Perang Melawan Penolak Zakat
Sejarah Islam mencatat kisah Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang dengan tegas memerangi kaum yang menolak membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah SAW. Bagi Abu Bakar, zakat adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar. Penolak zakat, menurutnya, adalah mereka yang merusak sendi-sendi sosial Islam. Ini menunjukkan betapa zakat adalah kewajiban yang tak bisa diabaikan, sama seperti kewajiban mendirikan shalat.
Mengapa Zakat Itu Penting?
Zakat memiliki dampak yang luas, tidak hanya bagi mereka yang berzakat tetapi juga bagi penerimanya. Dari sisi pemberi, zakat adalah sarana membersihkan harta dan mendekatkan diri kepada Allah. Allah SWT berfirman, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..." (QS. At-Taubah: 103). Artinya, zakat adalah bentuk penyucian harta dari sifat-sifat negatif seperti keserakahan dan cinta berlebihan pada materi.