Lihat ke Halaman Asli

Rizky Putra

hidup itu pilihan

Pengaruh Husnudzon terhadap Tingkat Kecemasan

Diperbarui: 22 Juni 2021   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kecemasan, dalam psikologi diartikan sebagai perasaan campuran antara ketakutan dan keprihatinan tentang masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut serta bersifat individual. Dalam   kehidupan   setiap   individu,   kecemasan   merupakan   salah   satu gangguan   yang   hampir   dialami   oleh   setiap   manusia yang ada di dunia. Kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian dan diluar ekspektasi menjadikan individu   berada   di   kondisi   untuk   mengembangkan   pola   pikir   yang   tidak menyenangkan  seperti  berpikir  dengan  keraguan  dan  rasa  takut  atau  khawatir. Dengan  individu  berada  di  kondisi  seperti  itu  secara  terus - menerus,  individu dapat  mengembangkan  gangguan  kecemasan.  Kecemasan  merupakan  hal  yang wajar    dimiliki    oleh    setiap    individu,    tetapi    apabila    kecemasan    tersebut berkembang    dan    menjadi    berlebihan    akan    menganggu    individu    dalam beraktivitas  di  kehidupan  sehari - harinya.  Kecemasan  dapat  dialami  oleh  setiap kalangan  umur,  terutama  pada  usia  remaja  dan  usia  dewasa.  Menurut  data Riskesdas   2013,   prevalensi   gangguan   mental   emosional   yang   ditunjukkan dengan   gejala - gejala   depresi   dan   kecemasan   untuk   usia   15   tahun   ke   atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Pada   remaja,   kecemasan   merupakan   hal   yang   rentan   menyerang kehidupan  remaja.  Kecemasan  tersebut  dapat  timbul  oleh  berbagai  macam peristiwa  yang  berhubungan  dengan  kehidupan  remaja,  seperti  masalah akademik   yaitu   tugas-tugas    yang   menumpuk  yang   tidak memuaskan,  masalah  percintaan  yaitu  di  putus  pacar,  masalah  internal  dalam keluarga,  atau  masalah  mengenai  masa  depan  yaitu  keraguan  dan  kebingungan mengenai   karir   atau   pernikahan.   Tidak   jarang   remaja   berpikir   secara berlebihan  mengenai permasalahan-permasalahan  yang  telah  terjadi.  Pemikiran akan  kegagalan,  kekhawatiran  dan  pemikiran  negatif  lainnya  dapat  terjadi  pada remaja  berdasarkan  peristwa-peristiwa  yang  telah  disebutkan  sebelumnya.  Tetapi  tidak  sedikit  juga  remaja  yang  berpikiran  positif  atau  beranggapan baik terhadap peristiwa - peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.

Menurut  Nashori  dan  Mucharam  (Siddik  dan  Uyun,  2017)  religiusitas terdiri  dari  lima  dimensi  yaitu  dimensi  akidah,  dimensi  ibadah  atau  ritual, dimensi  amal,  dimensi  ihsan,  dan  dimensi  ilmu. Husnudzon merupakan salah  satu  contoh  dalam  dimensi  ibadah yang memilki maksud  sebagai  mengambil anggapan  dengan  baik  terhadap  sesuatu  yang  terjadi dalam  kehidupannya.  Hal  ini  sesuai  dengan  hadist  yang  diriwayatkan  oleh  Al-Haakim bahwa memiliki prasangka yang baik terhadap segala  sesuatu  yang  terjadi  dalam  kehidupan  individu  merupakan  bagian  dari beribadah  kepada  Allah  SWT.  Menurut  Rusydi  dengan memiliki pemikiran positif, individu terutama remaja dapat mengembangkan    pola    pikir    optimis    dan   selanjutnya    akan    memunculkan semangat   dalam   beraktvitas,   memiliki   kepercayaan   diri,   pantang   menyerah dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupannya.

Husnudzon merupakan   pola   pikir   yang   penting   untuk   dimiliki   oleh remaja  dalam  menghadapi  kecemasan  yang  akan  terjadi.  Hasan Al-Bashri R.A berkata :

"Sesungguhnya seorang mukmin ketika berbaik sangka kepada Tuhannya, maka dia akan memperbaiki amalnya. Sementara orang buruk, dia berprasangka buruk kepada Tuhannya, sehingga dia melakukan amal keburukan." (HR. Ahmad)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh positif dari religiusitas terhadap kondisi psikologis yang negatif sepertitekanan psikologis dan stres secara umum. Mosher dan Handal (Kasberger, 2002) menemukan bahwa religiusitas yang rendah berkolaborasi dengan tingginya tingkat stres dan rendahnya tingkat kecemasan pada remaja. Selain itu, terapi perilakuan yang dikolaborasikan dengan salah satu unsur dalam agama yaitu bersyukur juga terbukti efektif dalam menurunkan kecemasan pada remaja (Mutia, Subandi, & Mulyati, 2010). Teknik kebersyukuran dalam penelitian tersebut mampu membuat remaja mengenal nikmat yang ada, mampu melihat segi positif pada setiap kejadian, dan beberapa subjek menjadi lebih rajin beribadah sebagai ekspresi kebersyukuran.

Kecemasan dapat dialami oleh seiap manusia. Menurut Atkinson kecemasan merupakan gambaran emosi yang tidak menyenangkan ditandai dengan rasa khawatir, keprihatinan, dan rasa takut yang terkadang dalam dan pada tingkat yang berbeda. Ada faktor yang menjadi penyebab timbul kecemasan diantaranya berasal dari luar maupun dalam diri manusia. Faktor luar yang dapat menimbulkan kecemasan seperti trauma fisik, tugas yang terus bertambah dalam hal pendidikan maupun pekerjaan, tuntutan yang tinggi dalam prestasi belajar, dan lain-lain. Sedangkan faktor dalam yang dapat menibulkan kecemasan seperti jenis kelamin dan usia. Menurut Blackburn dan Davidson, kecemasan secara teoretis dimulai dengan pertemuan individu dengan suatu stimulus yang berupa situasi berpengaruh dalam membentuk kecemasan, secara langsung atau tidak langsung hasil pengalaman tersebut diolah melalui proses kognitif dengan menggunakan skemata (pengetahuan yang telah dimiliki individu terhadap situasi tersebut yang sebenarnya mengancam atau tidak mengancam dan pengetahuan tentang kemampuan dirinya untuk mengendalikan diri dan situasi). Setiap pengetahuan dapat terbentuk dari keyakinan pendapat orang lain, maupun pendapat individu sendiri serta dunia luar. Pengetahuan tersebut tentunya akan mempengaruhi individu untuk dapat membuat penilaian atau hasil kognitif sehingga respons yang akan ditimbulkan tergantung seberapa baik individu yang mengenali situasi dan mengendalikan dirinya.

Faktor psikologis yang mempengaruhi kecemasan pada adalah tingkat harga diri yang rendah sehingga rentan terhadap cemas (Stuart, 2016). Faktor sosial seperti memiliki pengalaman buruk seperti pernah ditindas, kekerasan dalam keluarga, malu saat di depan publik dan orangtua yang terlalu overprotective pada anaknya dapat memicu kecemasan pada individu (National Institute for Health and Care Excellence, 2013). Menurut Stuart (2016) faktor predisposisidan presipitasi terjadinya kecemasa terdiri dari aspek biologis, psikologis dan sosial budaya. Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisiologis dari individu yang mempengaruhi terjadinya ansietas. Beberapa teori yang melatarbelakangi cara pandang faktor predisposisi biologis adalah teori genetik dan teori biologi. Teori genetik menekankan pada campurtangan komponen genetik terhadap berkembangnya perilaku ansietas. Sedangkan teori biologi lebih melihat struktur fisiologis yang meliputi fungsi saraf, hormon, anatomi dan kimia saraf. Genetik dihasilkan dari fakta-fakta mendalam tentang komponen genetik yang berkontribusi terhadap perkembangan gangguan ansietas (Sadock & Sadock, 2020). Gen 5HTTP mempengaruhi bagaimana otak memproduksi serotonin (National Institute of Mental Health, 2016).Studi statistik mengindikasikan bahwa faktor gen dapat menyebabkan perbedaan 3-4% derajad ansietas yang di alami oleh seseorang (Shives, 2008).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline