Lihat ke Halaman Asli

Rizky Pratama

MAHASISWA KEHUTANAN UNIVERSITAS JAMBI

Yang Kaya Makin Kaya dan yang Miskin Makin Miskin: Resesi 2023

Diperbarui: 13 Desember 2022   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Hal yang akhir akhir ini sering dibicarakan yaitu resesi 2023 sudah dekat, banyak orang yang mengatakan bahwa hal ini akan benar benar terjadi pada 2023. Tentunya jika hal ini benar benar terjadi, tidak dapat dipungkiri kalau indonesia akan terkena dampak dari "kiamat" dunia ekonomi ini. 

Sebenarnya apa itu resesi?

Resesi adalah saat dimana pertumbuhan suatu negara itu negatif selama dua kuartal berturut turut. Sebenarnya resesi tidak langsung berdampak ke kalangan masyarakat menengah kebawah atau ke kalangan menengah keatas, semua itu bergantung pada situasi dan jenis resesi yang terjadi pada saat itu

Bank Dunia (World Bank) memprediksi perekonomian global akan mengalami resesi pada tahun 2023, hal ini dibuktikan dengan tindakan bank sentral di seluruh dunia, yang secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi yang meroket.

Bahkan menurut presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengatakan bahwa resesi global akan membuat perekonomian indonesia menjadi sulit dan tahun depan pada 2023 akan lebih parah dan menjadi tahun yang gelap bagi perekonomian global.

Dari sudut pandang Astronacci, resesi 2023 secara global akan benar benar terjadi, terlepas dari dampaknya yang kecil atau besar kita tahu bahwa komponen dari pada resesi itu tentunya disebabkan karena adanya pertumbuhan ekonomi yang porak poranda yang disebabkan karena tahun ini terjadi inflasi besar besaran yang awalnya dikira disebabkan karena rusia dan ukraina.

Awal mula resesi

Banyak yang mengira bahwa resesi ini terjadi karena perang antara ukraina dan rusia, padahal awal mula kejadian ini disebabkan oleh pandemi. Singkatnya pada saat pandemi semua sektor mengalami shutdown. Ekonomi dunia bekerja dengan ada cara "perputaran uang", ekonomi bukan tentang berapa banyak uang yang ada, tapi seberapa banyak perputaran uang tersebut.

Penyebab awal resesi ini dimulai karena dampak dari pandemi covid19 yang membuat seluruh dunia mengalami perhentian perputaran ekonomi dan langkah yang diambil beberapa negara untuk menyikapinya khususnya amerika. Saat dunia mengalami shutdown karena covid19, amerika melakukan suatu tindakan untuk mengatasi ekonomi yang berhenti berputar dengan cara mencetak lebih banyak uang dari yang seharusnya. 

Mereka bahkan mencetak uang lebih banyak dari beberapa tahun terakhir. Tujuannya adalah membagikan uang tersebut kepada masyarakat untuk bertahan hidup di era pandemi. Namun, tujuan utamanya adalah supaya uang yang telah diberi bisa dipakai untuk memutarkan lagi roda ekonomi.

Dampak dari keputusan banyak negara untuk mencetak lebih banyak uang akhirnya menyebabkan inflasi. Diambil dari data worldbank disebutkan bahwa 94% negara emmerging termasuk indonesia mengalami inflasi pangan diatas 5%, yang mana kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer untuk semua orang dan hal ini akan sangat berdampak untuk msyarakat kelas bawah.

Yang harusnya jadi niat baik semua negara supaya ekonomi negara bisa tetap berputar malah menjadi "pedang bermata dua" dan baru disadari bahwa uang tersebut terlalu banyak dan membuat harga harga barang menjadi naik. Alhasil uang yang sudah dibagikan ditarik dari peredaran dan berusaha agar harga barang barang tidak semahal sebelumnya.

Seluruh dunia termasuk indonesia telah menaikkan suku bunga yang sangat berpengaruh pada inflasi (tigthtening). Jika suatu negara menaikkan suku bunga maka bunga minimum dari bank yang harus disediakan juga akan naik. Hal ini akan menyebabkan orang orang akan tetap menyimpan uangnya di bank dan diharapkan agar peredaran uang berkurang sehingga nilai inflasi terjaga. Namun hal ini juga memiliki dampak buruk yaitu hal ha yang terkait dengan pinjaman, KPR, hutang, dan hal hal lain yang sifatnya cicilan juga akan ikut naik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline