Lihat ke Halaman Asli

Muhammad RizkyBagus

Mahasiswa Universitas Airlangga

Dampak Buruk Stunting Menjadi Ancaman Rawan Balita Saat ini

Diperbarui: 24 Juni 2022   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Di setiap negara saat ini masalah Gizi merupakan sebuah masalah yang banyak melanda di seluruh negara yang ada di dunia, entah negara miskin hingga negara maju rata - rata memang bisa dipastikan ada masalah gizi. Namun negara miskin cenderung dengan masalah gizi yang tingkat kasusnya lebih tinggi dibanding dengan negara berkembang maupun negara maju. Di Indonesia sendiri masalah Gizi menjadi sebuah masalah yang cukup serius, menurut Laporan Gizi Global atau Global Nutrition Report pada 2018, Indonesia termasuk ke dalam 17 Negara yang memiliki 3 permasalahan Gizi sekaligus yaitu stunting (pendek), wasting (Kurus), dan overweight (Obesitas). 

Khususnya Stunting merupakan masalah gizi kronis yang cukup umum di Indonesia. Stunting adalah masalah kurang gizi pada balita yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, dari janin hingga usia 24 bulan. Kondisi ini menyebabkan perkembangan otak dan fisik terhambat, rentan terhadap penyakit, sulit berprestasi, dan saat dewasa mudah menderita obesitas sehingga berisiko terkena penyakit jantung, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya. Kondisi ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama, umumnya karena pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya. Dapat dikatakan stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang anak seusianya dengan penyebab utamanya kekurangan nutrisi. Hasil Studi Status Gizi Indonesia pada tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi status gizi balita stunting 24,4%. Angka ini mengalami penurunan sekitar 2,5% dibandingkan tahun 2020. Meskipun mengalami penurunan, angka tersebut masih berada di atas ambang batas yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 20%. Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia sebesar 37,8%. Penderita stunting sebagian besar terdapat di daerah-daerah yang jauh dari kota besar. Daerah yang memiliki sumber daya terbatas secara alamiah memiliki hambatan dari segi akses sehingga masih memiliki prevalensi stunting yang tinggi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa daerah-daerah di kota besar dapat terhindar dari stunting.

Usaha pencegahan dan rehabilitasi terhadap balita stunting pada dasarnya sudah dilakukan oleh kader - kader posyandu yang ada baik dari mahasiswa ataupun oleh pihak - pihak posyandu yang terkait mengenai masalah stunting ini, hal ini dilakukan demi kepentingan pengetahuan bagi ibu - ibu tentang stunting. Selain itu di setiap lingkungan masyarakat mungkin bisa dikembangkan sebuah usaha rehabilitasi seperti Rumah Gizi di mana rumah gizi ini merupakan bentuk kegiatan rehabilitasi Gizi yang menyediakan bantuan makanan yang bergizi dan bantuan susu untuk balita stunting. Dan dengan beberapa usaha pencegahan dan rehabilitasi ini diharapkan mampu untuk menurunkan tingkat stunting di daerah - daerah yang terdampak stunting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline