Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Usia dimana mulai mencoba-coba hal baru yang belum pernah ia rasakan pada saat kanak-kanak. Seorang remaja sudah tidak lagi disebut sebagai kanak-kanak, namun masih juga belum cukup matang untuk dapat dikatakan sebagai seorang yang dewasa. Mereka sedang mencari jati diri yang paling tepat dengan dirinya dan sering dilakukan dengan cara coba-coba tanpa mengetahui dasar dan dampaknya sehingga menimbulkan banyak kesalahan daripada kebenarannya (Hardi, 2018). Dari perilaku kesalahan itu sering menimbulkan keresahan bagi keluarga ini terutama orang tua dan lingkungan sekitar.
Di zaman saat ini, teknologi semakin canggih dan segala hal dapat cepat didapatkan. Hal itu mempengaruhi pola perilaku, budaya lokal serta kebiasaan yang terjadi di masyarakat dan juga timbul masalah yang berada di kalangan remaja. Pengaruh dari lingkungan juga berperan sangat besar bagi pertumbuhan karakter seorang anak. Bila hidup di lingkungan yang salah, maka akan timbul pergaulan bebas. Pergaulan bebas adalah pergaulan yang ada di kalangan remaja yang salah dan menyimpang dari norma sosial dan budaya lokal. Tidak hanya itu, pergaulan bebas juga bisa mengarah ke perbuatan seks bebas. Perbuatan seks awalnya dilakukan dengan rasa ingin coba-coba hingga merasakan kecanduan untuk melakukannya (Wati, 2017). Pada sebuah penelian nasional mengenai tingkah laku berisiko pada remaja atau national youth risk behavior survey, 54% remaja yang duduk di kelas 3 SMP sampai 3 SMA mengakui bahwa mereka sudah melakukan hubungan seksual (Ari, 2012). Penelitian lain membuktikan bahwa remaja perempuan cenderung tidak mengatakan bahwa sudah melakukan hubungan seksual daripada remaja laki-laki yang lebih berani untuk mengakui dan remaja laki-laki menakui bahwa mereka sudah melakukan hubungan seks dan secara seksual juga lebih aktif (Santrock, 2003).
Permasalahan pergaulan bebas ini sudah merajalela di seluruh daerah Indonesia. Para remaja mengakui dengan alasan saling menyayangi dan memenuhi ego dari hasrat nafsunya. Pelajar yang merasakan diri mereka sedang kasmaran dengan percintaan sehingga para remaja yang masih labil ini tidak dapat mengontrol persahabatan yang baik dan terlalu mengikuti kebiasaan rekannya ataupun kekasihnya sehingga hal itu menimbulkan pergaulan bebas (Robiah, 2001). Dari pergaulan remaja yang seperti ini akhirnya menimbulkan permasalahan sosial yang buruk seperti perzinaan atau seks bebas, kehamilan di luar nikah dan pernikahan dini, aborsi, pembunuhan, minum-minuman keras, narkoba dan balap liar (Soetjiningsih, 2007). Tak hanya itu, permasalahan percintaan yang tidak baik dan tulus itu mengakibatkan para remaja mengalami penurunan dalam hal akademiknya. Tidak hanya itu, wawasan yang diberikan orang tua juga menjadi salah satu alasan penting untuk pembentukan dasar karakter pemikiran mereka. Untuk menghadapi pergaulan bebas, para orang tua dan sekolah juga harus memberikan edukasi tentang seks. Walaupun hal ini sangat tabu untuk dilakukan di Indonesia, tetapi pembelajaran seperti ini sangat bermanfaat untuk mencegah pergaulan bebas (Fajrin, 2020). Orang tua juga seharusnya memberikan teladan dalam pembentukan karakter pada anaknya. Dengan itu, remaja akan lebih selektif untuk menentukan sikap dalam pergaulannya.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan ada dua hal yang menjadi permasalahan, yaitu apa saja yang menjadi penyebab munculnya pergaulan bebas di kalangan remaja? dan bagaimana dampak yang dihasilkan dari pergaualan bebas itu?. Jika sudah mengetahui tentang permasalahan tersebut, maka kita dapat membuat solusi yang efektif untuk meminimalisirkan pergaulan bebas ini.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas di kalangan remaja masa kini. Berikut adalah beberapa penyebab yang diobservasi oleh peneliti:
1. Kurangnya Wawasan dan Perhatian Orang Tua
Pergaulan bebas yang berkembang di kalangan remaja tercipta dari kehidupan intinya yaitu orang tua, dimana ayah dan ibu adalah teladan dan guru pertama bagi pembentukan pribadi seorang anak. Dalam buku Psikologi Remaja (Sarwono, 2011) menjelaskan bahwa,
"Wawasan dan perilaku orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pola pikiran dan perilaku seorang anak. Pada dasarnya kondisi dalam lingkungan keluarga adalah sebuah pondasi yang sangat penting untuk pembentukan kepribadian sebuah individu. Beberapa remaja yang menjadi pelaku pergaulan bebas merupakan anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Banyak yang ditemukan bahwa mereka adalah anak dari keluarga yang mengalami broken home karena orang tua mereka pisah atau bercerai. Ada juga anak yang ditinggal bekerja oleh orang tuanya hingga pengawasannya menjadi kurang dan bebas. Dan ada juga anak yang memang kedua orang tuanya bergelut dalam hal-hal yang negatif sehingga membuat mereka terbiasa oleh hal tersebut."
Dari hal-hal tersebut menyebabkan banyak anak yang berperilaku menyimpang dan tidak bisa mencegah terjadinya pergaulan bebas tersebut. Maka peran orang tua sangat besar dan penting sekali terhadap pembentukan karakter, pola pikir, dan perilaku seorang anak (Mukti, 2016).
2. Budaya Bebas dari Globalisasi
Perkembangan teknologi saat ini telah mencapai tingkat kebutuhan utama bagi manusia. Perkembangan yang demikian pesat ternyata berpengaruh yang luas terhadap kehidupan sosial masyarakat. Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman budaya lokal sehingga sayang sekali bila kebudayaan tersebut harus tergerus oleh arus globalisasi dan teknologi yang semakin pesat. Namun hal tersebut tetaplah terjadi karena pergeseran budaya cepat sekali diterima oleh masyarakat Indonesia. Dalam studi antropologi hal ini disebut culture shock yaitu berubahnya nilai budaya dengan berkembangnya zaman, berkembangnya pemikiran setiap individu, dan biasa terjadi pada masyarakat secara tiba-tiba berpindah atau mendapat kebudayaan baru . Seperti yang disampaikan oleh Herbert Spencer dalam (Sulanjari, 2012) bahwa,