Lihat ke Halaman Asli

Rizky Nugie

Mahasiswa

Pluralisme Terhadap Hari Besar Keagamaan di Kalangan Masyarakat Surabaya

Diperbarui: 21 Februari 2024   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki banyak etnis, suku, agama, bahasa, budaya, dan adat-istiadat. Dalam keagamaan, negara Indonesia mewajibkan warganya untuk memeluk satu dari agama yang diakui keberadaannya yaitu agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu. 

Seperti sebagaimana telah tercantum di dalam pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang memiliki maksud yaitu semua orang yang tinggal di Indonesia memiliki hak untuk memeluk agama yang dia yakini dan pemerintah akan menjamin pelaksanaan kegiatan setiap agama yang telah diakui eksistensinya. 

Dengan adanya jaminan ini setiap penduduk Indonesia tidak perlu khawatir untuk aktif dalam kegiatan keagamaan agamanya sendiri dan tidak perlu takut untuk menjalin hubungan di luar kegiatan keagaaman dengan pemeluk agama lainnya  Dari pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara terlibat dalam menata kehidupan beragama.

Pengembangan agama dan kehidupan beragama tidak boleh menjurus ke arah tumbuhnya pemikiran-pemikiran atau pemahaman agama yang sempit karena hal itu akan menimbulkan konflik antar agama di Indonesia. Semua warga negara Indonesia memiliki tanggung jawab yang sama untuk memajukan kemajuan bangsa. Jika tidak ada kemajuan yang setara di antara semua lapisan bangsa, termasuk umat beragama, pembangunan yang optimal tidak akan mungkin tercapai.

Oleh karena itu, kerjasama antara tokoh pemuka agama (rakyat) dan pemerintah (negara) sangat penting. Keharmonisan hidup umat beragama merupakan sarana penting untuk menjamin integrasi bangsa, dan juga syarat mutlak untuk menciptakan stabilitas yang sangat diperlukan dalam proses persatuan dan perdamaian sosial di Indonesia. Kerja sama yang harmonis terjadi ketika pemeluk agama merasa saling membutuhkan, menghargai perbedaan, saling tolong menolong, dan mampu bersatu atau bertoleransi terhadap kondisi lain.

Tetapi kehidupan beragama pada beberapa waktu akhir ini sering terjadi kericuhan. Banyak masalah polemik yang tidak ada usainya sehingga menimbulkan rasa kebencian yang sebelumnya tidak ada. Meski agama bukan satu-satunya faktor tetapi jelas bahwa pertimbangan agama memainkan peran utama dalam konflik-konflik tersebut. 

Realita ini adalah poin kunci dan ketidakhormatan terhadap perbedaan agama yang ada sehingga dapat menjadi salah satu alasan konflik antar kelompok agama di Indonesia setiap saat. Hal ini tercermin dari konflik bernuansa SARA yang semakin intensif pada akhir-akhir ini. Konflik dengan nuansa SARA sebenarnya tidak perlu terjadi karena perbedaan-perbedaan itu merupakan norma alami yang bersifat umum dan merupakan sebuah tanda kebesaran sang Pencipta.

Demikian pula keberagaman agama merupakan fakta yang tidak terbentahkan, dan merupakan keniscayaan sejarah (historical necessary) yang bersifat umum. Agama harus dianggap sebagai bagian dari kehidupan manusia dan ini tidak bisa dihilangkan melainkan harus diselesaikan.  Agama yang beragam dapat menimbulkan konflik-konflik, benturan, kekerasan, dan sikap anarkis terhadap pemeluk agama lain. 

Kemungkinan potensi konflik ini disebabkan karena setiap doktrin atau ajaran agama memiliki eksklusivitas berupa klaim kebenaran, yaitu pengakuan atau kepercayaan bahwa agamanya adalah agama yang paling benar. Tuhan yang disembah, Nabi yang membawa wahyu, syariat atau ajaran agama yang dimiliki dan dianggap yang paling benar. Akibatnya adalah agama-agama lain yang tidak sejalan dengan ajarannya dianggap tidak benar dan sesat.

Menyikapi keberagaman agama yang ada, lahirlah konsep sikap beragama (pluralisme agama), dan gagasan tersebut diusung oleh tokoh masyarakat yang dapat meminimalisir konflik antar umat beragama. Pluralisme agama adalah dasar persatuan antar kelompok umat beragama atas ajaran agamanya yang tidak berkaitan dengan urusan ibadah dan kepercayaan. Hubungan kerjasama antara agama dan keyakinan adalah untuk mewujudkan kebenaran dan kebaikan dalam bidang sosial dan kemanusiaan, misalnya membangun masyarakat yang adil serta bersama-sama membangun bangsa dan negara yang makmur, menjadi negara yang sangat beradab, dan bekerja sama di bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam pengertian ini, pluralisme agama sangat cocok untuk dilakukan di Indonesia.

Seperti halnya di Surabaya, salah satu kota terbesar di Indonesia ini masyarakatnya memiliki beragam agama yang dapat dilihat dari banyaknya rumah ibadah dari beberapa agama yang memudahkan para pemeluk agama tersebut untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut kepercayaannya masing-masing. Dan berbagai suku juga ada di kota ini seperti suku jawa, madura, tionghoa, dan masih banyak lagi. Dengan banyaknya suku itu membuat banyak perbedaan karakter sosial budaya yang rawan menyebabkan konflik, apalagi konflik agama akibat perbedaan suku, ide, dan pelajaran yang ada dari agama masing-masinga karena mereka memegang teguh ajaran agama yang mereka bawa dari tempat asal mereka. Karena itu, agama lain pasti akan dikategorikan salah dan menyesatkan. Tetapi keberagaman agama yang terdapat pada masyarakat di Surabaya tidak pernah menimbulkan konflik justru mereka hidup rukun, saling membantu dan saling menghormati suku dan agama yang berbeda. Seperti pada saat perayaan hari besar keagamaan, di Surabaya setiap masyarakat selalu antusias dan bertoleransi untuk menghargai perayaan agama masing-masing.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline