Dalam kehidupan sehari-hari, dimensi kemiskinan masyarakat muncul dalam berbagai bentuk yang mencakup aspek politik, ekonomi, dan kepemilikan aset. Dimensi politik termanifestasikan melalui ketidakdimilikannya institusi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga pengambilan keputusan yang dapat memperjuangkan nasib mereka menjadi terhambat (Suryani dkk., 2023).
Di sisi ekonomi, kemiskinan tampak dalam bentuk rendahnya penghasilan, sehingga masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka secara layak (Islam dkk, 2013). Selain itu, dimensi aset juga menjadi sorotan, ditandai dengan kepemilikan yang rendah terhadap kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta modal usaha (Bahrudin dkk., 2023).
Melalui hubungan kausalitas yang menjelaskan sebab dan akibat dari suatu kejadian, fenomena kemiskinan dapat diamati. Penelitian ini dapat didirikan pada studi yang menggunakan data empiris (Anjelina dkk., 2020; Bahrudin dkk., 2023; Islam dkk., 2020), ada dua kategori utama penyebab kemiskinan. Pertama, kemiskinan yang disebabkan oleh sebab-sebab eksternal seperti cuaca buruk, kurangnya pengetahuan ilmiah, bencana alam, dan hal-hal lain. Kedua, kemiskinan yang disebabkan oleh penyebab non-alam seperti pengelolaan sumber daya alam yang buruk, lingkungan politik yang tidak aman, korupsi, dan kebijakan ekonomi yang salah arah.
Dalam konteks ini, pengidentifikasian dan pemahaman terhadap dimensi-dimensi kemiskinan serta sebab-akibatnya menjadi esensial untuk merancang strategi dan kebijakan yang efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam fenomena kemiskinan serta menyusun solusi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terpinggirkan.
Zakat adalah salah satu ajaran Islam penting yang mungkin diterapkan pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. Zakat yang berbentuk ibadah sosial-ekonomi, adalah kewajiban seorang Muslim atau badan hukum yang dikendalikannya untuk memberikan sebagian hak miliknya kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik) untuk mencapai kesetaraan ekonomi yang adil. Kata "zakat" berarti "membersihkan," "meningkatkan," dan "tumbuh".
Pertumbuhan ekonomi Islam menjadi fokus utama dalam pengembangan model ekonomi yang selaras dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang khas. Menyadari kompleksitas tantangan ekonomi modern, umat Islam telah mencari instrumen yang dapat diintegrasikan ke dalam kerangka ekonomi mereka, dan zakat muncul sebagai instrumen yang sangat potensial. Dalam ajaran Islam, zakat diwajibkan sebagai bentuk kepedulian sosial dan redistribusi kekayaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas secara keseluruhan.
Lebih lanjut, analisis data (Anjelina dkk., 2020) menyatakan bahwa zakat dapat menjadi instrumen yang strategis untuk mendukung sektor-sektor tertentu, seperti pendidikan dan kesehatan, yang pada gilirannya dapat berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Zakat tidak hanya menjadi kewajiban keagamaan, tetapi juga memiliki dampak signifikan dalam menggairahkan ekonomi dan menghidupkan kegiatan ekonomi masyarakat. Semakin besar jumlah zakat yang dikeluarkan, semakin besar pula kontribusinya terhadap pendapatan nasional dan kemakmuran negara. Sejarah telah menunjukkan bahwa zakat dapat menjadi pendorong peningkatan pendapatan nasional suatu negara, menciptakan kondisi kemakmuran yang berkelanjutan.
Teori-teori, baik secara konseptual maupun empiris, telah membuktikan bahwa zakat memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan nasional, sejalan dengan pertumbuhan perekonomian. Alokasi zakat yang tepat dan pemberdayaan masyarakat melalui zakat menjadi kunci dalam mencapai dampak positif ini. Peran zakat sangat penting dalam upaya pemberdayaan potensi ekonomi umat.
Pentingnya pengelolaan zakat yang produktif dan kreatif menjadi sorotan, di mana zakat tidak hanya dihimpun dan didistribusikan, tetapi juga diberdayakan untuk menciptakan dampak yang signifikan. Islam menawarkan solusi alternatif dan strategis melalui sistem pengelolaan distribusi dan pendayagunaan zakat yang efektif.
Dengan pengelolaan yang optimal, diharapkan zakat dapat menjadi instrumen yang memberdayakan masyarakat dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan moral, mengangkat status orang miskin menjadi Aghniya (kaya) dan menjadikan mustahiq menjadi muzakki. Oleh karena itu, penelitian ini akan merinci konsep dan implementasi praktis dari pengelolaan zakat yang berorientasi pada pemberdayaan, menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.