Lihat ke Halaman Asli

Rizky Maulana

Mahasiswa

Meningkatnya Perjudian Di Indonesia

Diperbarui: 30 Juni 2024   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah perjudian di Indonesia kini tengah menjadi perbincangan serius, namun dibalik itu ada masalah yang lebih kompleks, yaitu meningkatnya jumlah pejudi terutama dikalangan anak muda. Antusiasme masyarakat terhadap perjudian kian meningkat seiring berjalannya waktu, dengan berubahnya zaman ke era digital yang serba instan dan canggih turut membawa dampak buruk, yaitu perjudian ke dunia digital atau yang kita kenal sebagai Judi Online (Judol).

            Tercatat menurut PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) jumlah transaksi judi online di Indonesia pada tahun  2023 telah mencapai angka yang fantastis, yaitu 200 T yang bahkan telah melebihi jumlah transaksi dari tahun 2017 hingga 2022 dengan jumlah 190 T. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan karena mayoritas orang yang mengakses dan bertransaksi di judi online adalah kalangan menengah kebawah. Jumlah pegiat judi online di Indonesia mencapai 2,7 juta orang.

            Sebagai bentuk untuk mengatasi menjamurnya judi online di tengah antusiasme masyarakat, maka pemerintah Republik Indonesia membentuk satgas pemberantas perjudian online pada tahun 2024 dengan melibatkan peran Badan Intelejen Negara (BIN) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebelumnya pada tahun 2023 Kemenkominfo telah berupaya memberantas perjudian online dengan cara memblokir platform dan website atau situs judi, namun cara tersebut kurang efektif dan perjudian online masih terus menjamur. Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meluluh lantahkan perjudian yang semakin marak di tanah air tercinta, namun apa daya usaha tersebut bisa dibilang masih belum maksimal dan tepat.

            Judi online telah menyebabkan berbagai macam kerugian bagi negara, baik dari segi ekonomi maupun sosial ekonomi. Berdasarkan data Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), kerugian negara akibat judi online mencapai angka USD 7-9 M atau sekitar Rp 107-138 T per tahun. Ini disebabkan oleh transaksi judi online yang bersifat transaksional dan lintas batas, yang pada akhirnya merugikan negara. Selain kerugian ekonomi, judi online juga telah memicu berbagai permasalahan sosial-ekonomi di masyarakat. Misalnya, terdapat kasus terlilit utang karena seluruh harta benda ludes di meja taruhan, degradasi kualitas kehidupan akibat menyusutnya produktivitas karena banyak waktu terbuang untuk berjudi, dan terabaikannya kebutuhan primer keluarga. Hal ini juga berdampak pada peningkatan kriminalitas di masyarakat, seperti kasus pencurian, korupsi, dan berbagai cara untuk mendapatkan uang secara haram untuk memenuhi nafsu memainkan judi online.

            Dari segi ekonomi, kerugian negara juga terlihat dari dampak pada devisa negara. Kemenkominfo mencatat bahwa Indonesia kehilangan devisa negara sebesar USD 7-9 miliar per tahun akibat judi online. Selain itu, banyak pihak juga mengusulkan agar judi online bisa dikenakan pajak, namun hal ini belum terlaksana karena judi online masih ilegal di Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah perlu serius dalam menanggulangi bahaya judi online demi masa depan bangsa. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini. Upaya pemberantasan judi online juga perlu dilakukan secara komprehensif, termasuk peningkatan kapasitas perangkat keras dan sumber daya manusia di internal Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta penindakan dan penegakan hukum kepada pihak-pihak yang terlibat dalam ekosistem judi online.

            Hukum perjudian online di Indonesia dapat ditemukan dalam beberapa undang-undang yang mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, adalah salah satu undang-undang yang relevan. Menurut undang-undang tersebut, segala jenis perjudian, termasuk perjudian online, dinyatakan sebagai kejahatan. Oleh karena itu, kegiatan perjudian online di Indonesia dilarang dan dapat dikenai sanksi pidana. Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat mengakibatkan hukuman penjara dan denda hingga Rp1 M.

            Pembuat aplikasi juga dilarang menyediakan layanan berkonten negatif yang memuat konten perjudian, meskipun tidak ada permainan judi atau ajakan untuk berjudi. Pembuat aplikasi yang melanggar aturan ini dapat diancam dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik . Namun, perlu dicatat bahwa ada ketidakpastian hukum dalam pengaturan perjudian di Indonesia. Beberapa undang-undang yang mengatur perjudian belum sepenuhnya berjalan secara efektif, dan terdapat ketidakpastian terhadap hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) beserta perubahannya. Dalam hal ini, penting untuk mematuhi hukum yang berlaku dan menghindari kegiatan perjudian online di Indonesia. Pelanggaran terhadap hukum perjudian online dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius.

            Sebagai bagian dari masyarakat ada baiknya kita turut mengambil peran dalam meminimalisir segala bentuk perjudian yang menjamur di tanah air. Dimulai dengan kita menghindari segala bentuk perjudian maupun mengedukasi orang-orang terdekat agar menjauhi segala bentuk perjudian, karena dengan langkah-langkah tersebut kita dapat membantu perekonomian negara kita tercinta.

            Perjudian mempunyai sangat banyak dampak buruk bagi masyarakat, mulai dari terjerat hutang piutang karena jatuh terlalu dalam ke dunia perjudian ataupun sampai menjual aset berharga yang dimilikinya karena sudah terlalu kecanduan dengan judi bahkan tak jarang kita menemui berita tentang kasus bunuh diri akibat kalah dalam perjudian. Dengan mudahnya akses untuk berjudi, maka perjudian bisa dimainkan siapa saja mulai dari kelas ekonomi elit sampai ke kalangan ekonomi menengah kebawah, tak jarang juga kita menemui pejudi perempuan bahkan anak-anak dibawah umur.

            Seseorang bisa masuk kedalam dunia perjudian karena banyak faktor pendorong yang menjadi pemantik orang tersebut agar berjudi. Faktor ekonomi menjadi pendorong yang kuat agar seseorang berjudi, karena banyak orang yang ingin mendapatkan banyak uang  dengan cara singkat dan dengan usaha yang sederhana namun tidak memikirkan efek jangka panjangnya, gaya hidup konsumtif juga dapat menjadi pendorong seseorang untuk berjudi karena dengan gaya hidup yang instan dapat menjadikan orang tersebut menempuh jalan instan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya namun dengan resiko yang besar, dan tak jarang seseorang ingin mencoba-coba perjudian karena iseng saja, hal tersebut memicu banyak orang menjadi korban perjudian bahkan sampai ke anak-anak dibawah umur.

            Ivan Yustiavandana selaku kepala PPATK menyebut bahwa praktik judi online telah menjangkiti para wakil rakyat di lembaga legislatif baik di tingkat pusat maupun daerah. Dia mengatakan ada lebih dari 1000 anggota DPR dan DPRD beserta sekretariat jenderalnya terlibat transaksi judi online. Hal ini menunjukan bahwa perjudian bisa menjangkit siapa saja dan tidak berdasarkan pada apa jabatannya dan kelas ekonominya. Pernyataan Ivan itu turut direspons beberapa anggota Komisi III. Perdebatan berlangsung dengan menyinggung data soal temuan tentang orang-orang yang terlibat judol di lembaga eksekutif dan yudikatif. Namun, pembahasan berlanjut kembali pada tindakan apa yang akan dilakukan oleh MKD terhadap temuan itu. Setelah rapat kerja selesai digelar, Ivan enggan berkomentar lebih lanjut soal anggota legislatif yang terlibat judi online. "Sudah ya, sudah. Ke kepala Satgas itu," tutur Ivan saat ditanya wartawan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline