Lihat ke Halaman Asli

Rizky Karo Karo

Profil Singkat

Keadilan Bermartabat vs Perbuatan Cabul

Diperbarui: 20 Desember 2018   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Mengomentari tulisan M.F. Akbar (koransindo, 23-11-2018) yang berjudul "Perbuatan Cabul dalam Konteks" terkait proses menangani penanganan dugaan perbuatan cabul dalam suatu universitas. Menurut hemat penulis, penangangannya sudah sangat jelas dan tegas diatur oleh hukum, jika memang terbukti maka pelaku percabulan 'dapat digebuk' oleh hukum. 

Jika M.F. Akbar berpendapat bahwa hukum sebagai obat (lex semper dabit remidium), maka menurut penulis, undang-undang adalah keras namun memang tertulis demikian (lex dura sed tamente scripta), hukum juga adalah obat keras, obat untuk memberantas virus hingga ke akarnya sehingga tidak ada lagi yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut, tidak ada lagi yang menjadi korban percabulan di suatu universitas.

Menurut hemat penulis, sudah sangat jelas dan tegas disebutkan dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (selanjutnya disebut UU 12/2012) bahwa salah satu tujuan pendidikan tinggi ialah berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa. 

Tujuan yang mulia ini adalah pekerjaan rumah pengelola universitas agar para lulusanya tidak hanya memiliki pengetahuan yang dibuktikan melalui pemberian ijazah, namun memiliki hati nurani (conscience). Ijazah adalah dokumen hukum yang sangat penting dan dibutuhkan oleh mahasiswa yang telah dinyatakan lulus.

Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi jo. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.81 Tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi, bahwasanya ijazah diberikan kepada mahasiswa yang telah menyelesaikan proses pembelajaran dalam suatu program pendidikan, dan dinyatakan lulus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan serta diterbitkan dengan berdasar prinsip kehati-hatian, akurasi, dan legalitas.

Percabulan adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum, undang-undang, dan bertentangan dengan norma kesusilaan yang hidup dalam masyarakat (living law). Jika seorang terbukti memaksa seorang untuk melakukan percabulan diancam pidana penjara paling lama 9 bulan (Pasal 289 KUHP), ancaman lebih berat yakni pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun diberlakukan jika perbuatan cabul tersebut dilakukan terhadap orang pingsan ataupun tidak berdaya (Pasal 290 ayat 1 KUHP).

Pelaku percabulan pada umumnya, dan pada khususnya jika ia seorang mahasiswa harus diberikan hukuman yang sesuai, hukuman yang mengandung keadilan bermartabat, hukuman yang memanusikan manusia (nguwongke uwong) dan setimpa dengan penderitaan yang dialami korban. 

Keadilan bermartabat adalah konsep yang menelaah praktik, penegakan dari hukum positif itu memecahkan persoalan-persoalan manusia dan masyarakat sehari-hari dari suatu perspektif hukum, sampai ke hakikat yang paling dalam, hakikat yang melampaui pengetahuan inderawi (Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, 2015:25).

Oleh karena itu, korban percabulan wajib didampingi baik dalam proses penyelesaian di lembaga pendidikan,  di kepolisan hingga pengadilan, korban wajib didampingi oleh psikolog, bagian kemahasiswaan ataupun rohaniawan karena penulis yakin, jiwa korban tersebut terguncang, malu untuk bertemu teman-teman di kampus bahkan jika sudah kelewatan korban dapat depresi berat hingga ingin bunuh diri. 

Selain pendampingan, pihak pimpinan lembaga pendidikan juga memberikan perlindungan bagi korban, karena bisa saja, pelaku ingin balas dendam. Hak pendampingan dan perlindungan ini juga tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline