Pencegahan Tindak Pidana Percabulan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), percabulan berasal dari kata cabul yang berarti keji, dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan.
Banyak sekali faktor penyebab percabulan dalam masyarakat, beberapa diantaranya misalnya: (1). menonton acara televisi dan bacaan yang buruk dimana menayangkan tentang tindakan pelecehan baik berupa percabulan, omongan yang kasar; (2). kurangnya pendidikan seks yang benar di kalangan anak-anak, pendidikan seks dianggap tabu padahal seharusnya pendidikan seks diajarkan sejak dini agar tidak terjadi tindak pidana, anak-anak harus diajari jika ada orang dewasa lawan jenis memegang organ tubuh vital atau alat kelamin, anak-anak tersebut harus segera teriak ; (3). kurangnya kerohanian seseorang, selain pendidikan seks, pendidikan rohani dan keimanan oleh pemuka agama harus sering-sering diajarkan agar kemampuan pengendalian diri seseorang semakin meningkat.
Oleh karena itu, untuk mencegah agar tidak terjadi tindak pidana percabulan diperlukan usaha bersama dari orang tua, guru, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM). Usaha bersama tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dengan kampanye tolak percabulan, pendidikan seks di sekolah, di kampus, sosialisasi hukum terkait pelecehan seksual.
Penanganan Tindak Pidana Percabulan
Beberapa hari ini di Jakarta, seorang artis diduga melakukan tindak pidana percabulan terhadap anak dibawah umur, yakni 17 tahun dan sesama jenis, sama-sama pria. Hal tersebut sangat ironi karena seharusnya artis adalah seorang publik figur yang kehidupannya banyak disorot dan ditiru oleh masyarakat. Artis ini mengiming-imingi korban akan dijadikan sebagai asisten pribadi, namun harapan tidak seindah yang dibayangkan.
Percabulan adalah tindakan pidana, tindakan yang bertentangan dengan hukum. Menurut Moeljatno dalam Azas-Azas Hukum Pidana (1982:1) , tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman dan sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi orang yang melanggar perbuatan tersebut.
Tindak pidana percabulan ini diancam dengan pidana penjara, namun dalam Undang Undang Perlindungan Anak selain diancam pidana penjara . Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Percabulan termasuk dalam buku kedua tentang kejahatan, Bab XIV dari Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 tentang kejahatan terhadap kesusilaan.
Penulis ambil contoh pada Pasal 292 KUHP yang berbunyi demikian:
"Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun."
Jika percabulan dilakukan oleh anak dibawah umur 18 tahun, dan korbannya juga adalah anak, maka peraturan perundang-undangan yang harus dipakai oleh polisi untuk menanganinya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak . Undang-undang tersebut adalah lex specialis , ketentuan hukum yang lebih khusu dari KUHP. Jadi adalah lebih tepat jika penegak hukum menggunakan UU Perlindungan Anak daripada Pasal 292 KUHP.