Hai semuanya perkenalkan nama saya Rizkyka Putri Anggraeni atau biasa dipanggil Kika, saya adalah mahasiswa Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila angkatan 2021. Pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi cerita tentang keseruan perjalanan field trip pertama kami yaitu ke Desa Lembur Sawah, Bogor
Pada tanggal 28 Juli 2022, kami semua berangkat ke Desa Lembur Sawah, titik kumpul kami ada di Stasiun Bogor. Sesampai kami di di stasiun bogor kami langsung naik angkot untuk menuju ke Saung Eling, perjalanannya pun tidak lama karena memang jaraknya yang cukup dekat. Sesampainya di sana kami langsung disambut oleh kakak-kakak pengurus Saung Eling.
Saung Eling sendiri awal mulanya merupakan lahan pembibitan jambu Kristal, lalu masyarakat sekitar memiliki ide untuk membuat saung-saung dengan konsep sunda, dengan tujuan supaya menarik pengunjung untuk datang ke Saung Eling. Selain saung dan atraksi lainnya yang mereka buat, mereka juga bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk ikut andil dalam pengembangan pariwisata sekitar seperti menyewakan rumahnya untuk di jadikan Homestay, pembuatan dodol, pengrajin sandal dan banyak juga masyarakat yang ikut membantu dalam hal memasak di dalam saung.
Saung Eling ini memiliki makna dan juga arti, yaitu Eling yang berarti Sadar/Ingat. Saung Eling juga memiliki beberapa paket wisata yang disediakan untuk pengunjung dari mulai menyusuri sawah, perkebunan, hutan, bermain di tepi Sungai Ci Gading, melihat matahari terbit dan terbenam hingga melihat situs-situs peninggalan sejarah yang ada di Desa Lembur Sawah.
Pada saat kami sampai di sana, kami langsung di suguhi makanan pembuka, seperti jajan tradisional dan minuman buah pala. Selesai kami makan dan beristirahat kami langsung diajak untuk berkeliling desa lembur sawah di temani oleh tour guide dari saung eling, di sepanjang jalan kami di jelaskan mengenai pohon apa saja yang kami temui dan bagaimana proses pertumbuhannya. Dan tiba dimana kami berhenti di rumah warga yang biasa memproduksi dodol, disana kami melihat dan diajarkan cara membuat dodol dari mulai bahan-bahan hingga proses pengadukan di wajan besar, bahkan kami juga mencicipi dodol yang sudah jadi menggunakan alat dari pohon pisang.
Setelah itu kami lanjut untuk menyusuri desa melewati sungai mata air, melewati perkebunan dan mengunjungi situs situs bersejarah yang ada di sini sekaligus kami juga sesekali bercengkrama dengan warga setempat untuk mengetahui kegiatan sehari-hari yang biasa mereka lakukan.
Setelah selesai berkeliling kami pun berkumpul untuk evaluasi dan Q&A tentang apa saja yang kita temui tadi. Dan mereka pun sangat antusias dengan pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka ketahui apalagi tentang situs sejarah yang terbilang masih sangat sakral. Setelah itu kami mulai lagi dengan belajar secara langsung pembuatan pupuk kompos alami yang biasa dibuat dari kotoran kambing dan jerami. Selain itu kami juga diajak berkeliling melihat kebun cesim, bunga matahari, bawang daun, cabai, dan masih banyak lagi. Setelah selesai kami kembali ke Saung Eling, sampai di sana ada seorang penjual tukang somay dan es krim yang langsung di serbuuuu oleh kami karena kami sangat lapar, setelah selesai makan kami pun kembali ke homestay masing-masing untuk mandi dan beristirahat.
Malam harinya kami pun kembali lagi ke Saung Eling Untuk makan malam, makan malamnya pun sangat enak karena terasa sekali makanan sunda nya ditambah ibu-ibu setempat yang memasak. Selesai kami makan kami pun mulai ke acara selanjutnya yaitu malam rajah.
Rajah Sunda merupakan kesenian pantun yang dilantunkan oleh sang juru kawih dengan iringan petikan kecapi dengan tujuan berdoa memohon perlindungan serta untuk memanggil arwah para leluhur Sunda (Karuhun). Katanya Rajah tidak bisa dimainkan secara sembarangan. Selain itu ada aturan yang harus ditaati, seperti tidak boleh merubah lirik, irama, dan musiknya. Maka dalam malam itu suasana sangat hening tidak ada yang boleh bersuara selain lantunan kecapi dan pantun, lampu pun semua dimatikan hanya obor api yang menyala.
Pada malam itu sangat terasa sekali sakralnya, kami hanya bisa mendengar lantunan kecapi dan pantun sehingga bulu kuduk pun ikut berdiri ditambah angin semilir malam dan suara hewan hewan yang bersuara pada malam hari yang membuat suasana semakin mencekam.
Rajah pun selesai, setelah selesai kami di suguhi lagi jajan tradisional dan wedang jahe yang membuat badan menjadi hangat, selagi kami menyantap jajanan kami pun berbincang dengan ahli rajah yang memainkan kecapi tadi. Mereka menceritakan tentang asal-usul dan makna dari puisi yang dimainkan tadi, selain itu bercerita juga tentang tradisi-tradisi yang masih berlaku di desa ini seperti panen padi, menaruh beras di kendi, laki-laki tidak boleh menyentuh dapur dan masih banyak lagi.