Sedari kecil, saya dikenalkan oleh bapak tentang dunia sepak bola. Dahulu sering sekali saya nonton bersama dengannya di layar TV. Bahkan ketika virus Piala Dunia 2010 menyerang, bapak sering mengajak saya nobar dengan warga dusun lain di rumah tetangga. Tidak peduli apakah saya besok datang ke sekolah terlambat atau tidak, yang pasti nobar Piala Dunia adalah hal yang sayang untuk dilewatkan.
Kini ketika saya sudah beranjak dewasa, frekuensi menonton sepak bola dengan bapak menjadi berkurang. Permasalahan jam tayang menjadi penyebabnya. Liga-liga top eropa yang memainkan pertandingan yang cukup malam pada waktu Indonesia, membuat mata bapak tidak kuat menunggu. Sudah terlampau lelah tubuhnya dipakai bekerja seharian. Jadi saya sering sendirian ketika live streaming.
Tidak ada sorak saat gol datang dan tidak ada aksi marah sendiri kala keputusan wasit dianggap kontroversi.
Mengikuti sepak bola sejak kecil, membuat saya perlahan paham bahwa sepak bola itu adalah tentang kisah drama sesungguhnya yang akan berlanjut dalam versi yang lebih indah. Dahulu saya mengenal kisah Ronaldo dan Maradona dari cerita bapak. Kini saya benar-benar tahu kehebatan Messi dan Cristiano. Dan saat performa alien dan robot tersebut mulai memudar, muncullah Mbappe dan Halland yang menebar ancaman.
Cerita tentang sepak bola adalah cerita tentang keharmonisan yang dibangun secara berkala. Bukan hanya soal kalah dan menang, melainkan tentang cinta dan rasa kasih sayang. Banyak di luar sana bertebaran cerita betapa indahnya permainan si kulit bundar tersebut. Tentang sejarah yang dirindukan oleh banyak orang. Ada bola yang dimainkan, ada pula cinta yang menyatukan.
Duet Maut Cristiano dan Marcelo
Salah satu kunci sukses Real Madrid menguasai eropa dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut ialah duet Cristiano dan Marcelo di sisi kiri penyerangan Los Blancos. Di Liga Spanyol Marcelo berhasil mempersembahkan 25 assist untuk Ronaldo saja. Belum saat berlaga di Liga Champions.
Duet tersebut berhasil memporak-porandakan pertahanan lawan. Bahkan ada istilah yang mengatakan, jangan biarkan Marcelo overlap jika tidak ingin gawangmu terancam. Terbukti, jika pemain kribo tersebut maju, pilihannya cuma ada dua. Dia akan cut inside dan melepaskan tendangan atau melakukan crossing dengan tujuan utama Cristiano yang mempunyai lompatan tinggi. Kalau tidak percaya tanya kepada Manuel Neuer saat pertahanan Bayern Munchen diobrak-abrik oleh duet Brazil-Portugal.
Tidak hanya di dalam lapangan saja, keakraban kedua pemain tersebut terjadi di luar lapangan. Pernah sekali tertangkap kamera Marcelo menjahili Cristiano, begitu pun sebaliknya. Di sesi latihan, kedua pemain tersebut kerap berpasangan dalam mengikuti sesi yang dirancang Zidane.
Saya memang bukan penggemar Real Madrid, namun bagi saya ada dua yang paling dirindukan dari duet tersebut. Momen Marcelo selebrasi terlebih dahulu ketika Cristiano akan mencetak gol dan selebrasi kedua pemain yang ikonik. Kini nyaris belum ditemukan duet pemain di sisi sayap yang mematikan. Dua tahun lalu ada duet Trent Arnold dan Salah di sisi kanan Liverpool. Namun sekarang performa Arnold yang menurun membuatnya lebih sering bermain dari bangku cadangan.