Lihat ke Halaman Asli

Rizky Hadi

Anak manusia yang biasa saja.

Beda Zaman Beda Pelajaran

Diperbarui: 1 Maret 2022   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Picture from Canva

Kemarin sore saya sedang dalam masalah besar. Adik saya tiba-tiba datang ke kamar saya sembari membawa buku LKS. Wajahnya terlihat kebingungan. Adik saya perempuan. Dia sekarang duduk di bangku kelas 7 MTS. Saya sebelumnya tidak mengisarkan kedatangannya. Toh dia juga sering ke kamar saya, biasanya mengganggu saya menulis.

"Mas, tolong ajari mengerjakan PR!" pintanya memelas.

Sebagai kakak yang sok jual mahal, saya awalnya tidak mau membantu adik saya sendiri. Itu sudah perangai saya. Kakak harus mengerjai adiknya dulu. Kalau adik meminta bantuan, harus didebat terlebih dahulu tapi ujung-ujungnya tetap mengulurkan tangan juga. Dan hal ini selalu berbolak-balik di kemudian hari. Kalau saya gantian meminta bantuan, saya yang didebat oleh adik sendiri. Jan mblegedhes.

Setelah lama dia merajuk, akhirnya saya luluh juga.

"Ini, Mas. PR-nya Matematika," katanya sembari menyerahkan buku LKS.

Mak Jindhul. Saya terkejut. Matematika? Musuh lama itu datang kembali. Sewaktu saya sekolah dulu, saya selalu berbeda pendapat dengan Matematika. Habisnya barang satu ini selalu membuat saya pusing tak keruan. Kadung ngitung lama-lama, eh malah jawabannya enggak ada di multiple choice. Kan mblegedhes.

Perlahan saya membaca soalnya. Membolak-balik buku. Mencari tahu mana cara yang tepat, yang sesuai dengan contoh. Lama sekali saya mencari. Menghabiskan waktu sekitar lima belas menit.

Saya mengernyitkan kening. Ini bakal berat, batin saya. Mengapa kau selalu membuat pusing, Matematika? Ayolah, kali ini kita gencatan senjata. Demi menjaga marwah saya di hadapan adik sendiri.

Soal kelas 7 kok angel timen. Lagian iki soale yo aneh-aneh. Masa kelas 7 sudah diajari menghitung peluang. Harusnya suruh menghitung berapa uang saku yang dihabiskan selama seminggu sekolah. Kan mudah. Belum lagi berkutat dengan kecepatan kendaraan. Lha wong kelas 7 belum ada 17 tahun kok sudah disuruh menghitung kecepatan kendaraan. Mana paham? Hais ... ra ngerti blas.

Nyerah. Mentok. Tapi gengsi dong bagi seorang kakak jika tak bisa berbuat apa-apa di depan adik. Jadi saya mengeluarkan jurus pamungkas. Jurus andalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline