Lihat ke Halaman Asli

Rizky Hadi

Anak manusia yang biasa saja.

Imam Masjid Rindu Anak-Anak

Diperbarui: 16 April 2021   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

edited by canva

Kalau bicara tentang kekhasan bulan Ramadhan, saya menjadi teringat anak-anak. Bagaimana anak-anak belajar berpuasa. Menahan godaan dari jajanan yang biasa mereka nikmati setiap waktu. Rasa-rasanya seperti kasihan ketika melihat anak-anak sudah terlihat lesu walau waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Tetapi kalau tidak seperti itu, mereka tidak akan terbiasa.

Namun, saya terkadang merasa heran ketika melihat anak-anak di sore hari. Mereka malah tambah semangat, bermain riang sembari menunggu berbuka. Kelesuan yang menghinggapi pada pagi hari seolah sirna diseret waktu. Memang sih, bulan puasa itu paling enak ketika sore tiba. Suasana dan hawa di sore hari seolah mengundang nyawa kedua. Yang awalnya di siang hari badan lemas, tapi di sore hari menjadi bergairah kembali.

Di malam hari, ketika salat taraweh, anak-anak berduyun-duyun datang ke masjid. Mereka tersenyum lebar, sesekali bermain dengan teman-temannya. Terkadang anak-anak ini yang mendzani salat isya' dan juga melantunkan puji-pujian kepada Nabi Muhammad saw. sesudahnya. Mereka biasanya saling berebutan demi suaranya terdengar di toa masjid.

Ada yang aneh dari mereka dua Ramadhan ini. Mereka memang tetap rajin pergi ke masjid pada malam hari. Namun mereka datang dengan tangan kosong. Tidak ada buku yang berisi tanda tangan imam masjid yang biasanya dibawa.

Dahulu sebelum pandemi menyeruak, anak-anak ini datang membawa buku dan juga pulpen. Biasanya pulpennya diselipkan di kuping. Biar keren katanya. Mereka dengan telaten mengikuti salat taraweh hingga selesai. Dan ketika imam salat selesai menunaikan tugasnya, anak-anak ini sudah antre untuk meminta tanda tangan.

Wajah-wajah pengharapan nampak di sana. Sang imam masjid dengan sabar melayani mereka satu per satu. Terkadang jika sang imam sedikit usil, anak-anak ini akan disuruh menghafal surat pendek (biasanya Al-Ikhlas) sebelum tanda tangan dibubuhkan di buku masing-masing.

Saya juga pernah menjadi mereka. Yang rela mengantre setiap malam demi mendapatkan satu tanda tangan. Yang harus menahan sabar jika antrean kita diserobot teman sendiri. Nostalgia masa kecil memang selalu membekas di pikiran.

Ya, tapi dua tahun ini tidak ada adegan seperti itu. Karena sekolah diliburkan, anak-anak tak lagi mendapat tugas berburu tanda tangan. Masjid yang awalnya masih ramai ketika selesai salat taraweh menjadi sedikit sepi. Anak-anak ini pasti akan langsung bergegas pulang atau bermain dengan teman-temannya ketika salat rampung. Rindu rasanya melihat mereka mengantre dengan tertib saat meminta tanda tangan.

Sang imam salat pun pasti juga merasakan hal yang sama. Saya yakin, di lubuk hati paling dalam, dia juga pasti kangen dengan kegiatan anak-anak ini. Biasanya selesai salat, saat dia menoleh ke belakang, anak-anak sudah rapi berjejer sembari mengulum senyum, tak lupa pulpen dan buku di tangan. Tetapi kali ini tidak, saat menengok ke belakang, anak-anak ini sudah melanglang dari masjid. Sepi.

Dari sisi makmum pun, saya juga meyakini, mereka pasti juga rindu. Anak-anak terkadang begitu. Walaupun beberapa dari mereka nakal, tapi kalau diberi tugas dari sekolah pasti akan ditunaikan. Sifat anak kan cenderung begitu. Nurut dengan gurunya, ngeyel dengan orang tuanya.

Walaupun terkadang anak-anak ini sedikit membuat kesal karena berbicara sendiri ketika salat dilangsungkan, tetapi masjid tak akan ramai jika tak ada aktivitas dari anak-anak. Semoga di Ramadhan tahun depan, anak-anak ini kembali bergerilya berburu tanda tangan. Dan semoga imam masjid terobati kerinduannya. Salam hangat and happy fasting.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline