Ketika masih muda, saya melihat laki-laki dewasa berkumpul di perempatan.
Berkalung sarung dan bersenjata senter.
Jumlah mereka banyak,
hanya ngobrol, ngopi, dan merokok.
Kalau bosan, mereka semua bermain kartu remi dan domino.
Berulang-ulang sampai satu bulan.
Mereka lupa, bahwa di rumah mereka sendiri
ada istri yang menanti;
ada selimut yang bertaut;
ada susu spesial yang menunggu;
dan ada kue apem yang harus dinikmati.