[caption id="attachment_412477" align="aligncenter" width="560" caption="Gusti Randa di Kompasiana TV (Youtube/Kompas TV)"][/caption]
Dalam sebuah kesempatan diskusi di Kompasiana TV 22 April 2015 lalu tentang Perseteruan PSSI vs Kemenpora, Gusti Randa yang hadir sebagai pembicara dan juga sebagai ketua Asprov PSSI DKI Jakarta mengatakan masyarakat sekarang ini masih melihat PSSI seperti zaman Era Nurdin Halid yang dikuasai Bakrie Family. Padahal PSSI telah berubah.
Penulis yang kebetulan hadir sebagai hangouter pada acara tersebut sebenarnya juga sepakat (meski tidak sempat disampaikan diacara tersebut), bahwa di PSSI tidak hanya ada keluarga Bakrie dengan jejaring politiknya. Jadi penulis mau menyampaikan bahwa hari ini adanya konflik Kemenpora vs PSSI bukan konflik politik Koalisi Merah Putih (KMP) vs Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Jelas keliru jika beberapa pihak ada yang beranggapan bahwa konflik ini adalah konflik KMP vs KIH.
Ada beberapa alasan yang membuat penulis menyimpulkan demikian. Pertama, restu Jusuf Kalla terhadap KLB PSSI di Surabaya. Restu JK jelas ditandai dengan rencana kehadiran JK bahkan akan memberikan sambutan di KLB PSSI lalu meski akhirnya urung dilakukan karena adanya potensi terjadinya instabilitas sosial dan politik di Surabaya pada hari itu mengingat pada waktu yang sama Bonek 1927 juga melakukan demonstrasi menuntut pengesahan Persebaya 1927 sekaligus menolak KLB PSSI di Surabaya.
Tidak hanya itu, seperti dilansir CNN Indonesia, JK mengatakan "Saya sudah bicara dengan Menpora agar jangan ditunda-tunda Indonesia Super League, harus jalan. Pemerintah tugasnya mendukung, men-support. Tidak perlu terlalu jauh mencampuri urusan internal liga dan macam-macam," kata JK usai menerima perwakilan PSSI dan tim Ad Hoc Sinergis di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu 1 April silam.
Kedua, jika konflik ini adalah konflik KMP vs KIH maka seharusnya Gusti Randa dan Djamal Aziz yang notabene merupakan fungsionaris partai Hanura harusnya mendukung penuh keputusan Menpora Imam Nahrawi yang nyata-nyata adalah anggota koalisi Indonesia Hebat dari Partai Kebangkitan Bangsa. Namun sebaliknya, Gusti Randa dan Djamal Aziz lebih memilih berseberangan dengan keputusan Menpora RI terkait PSSI.
Penulis sangat memahami beberapa pihak yang membawa isu ini dengan seolah memperlihatkan kisruh PSSI vs Kemenpora adalah konflik antara KMP vs KIH karena melihat La Nyalla Mattaliti vs Saleh Ismail Mukaddar. Melihat La Nyalla Mattaliti memang dianggap mewakili KMP, Prabowo-Hatta sementara Saleh Ismail Mukaddar dianggap mewakili PDIP karena Saleh Ismail Mukaddar juga merupakan kader PDIP. Namun demikian, pihak-pihak yang membawa isu ini ke arah sana jelas adalah pihak yang gagal move on. Dua alasan di atas setidaknya bisa mematahkan pendapat tersebut.
Politik Cair di PSSI
Sudah lama kita melihat, orang-orang berlatar belakang politik yang berbeda juga mengisi ruang di PSSI. Sebut saja Syarif Bastaman yang kemarin merupakan calon ketum PSSI 2015-2019. Syarif Bastaman juga terkenal merupakan kader PDIP. Pria kelahiran Tasikmalaya, 1963 ini memang sudah tidak asing lagi dengan persepak bolaan di Indonesia. Selain pernah menjabat sebagai Ketua Komite Pemilihan (KP) PSSI 2011-2015, dia juga mantan Komite Eksekutif (Exco) PSSI periode 2007-2011. Dari PDIP kita juga sudah sangat mengenal Tri Medya Pandjaitan, yang juga pernah menempati posisi di PSSI.
[caption id="attachment_412478" align="aligncenter" width="512" caption="Politisasi Timnas Berlanjut (Detik)"] [/caption]
Jika kita menilik nama-nama anggota exco PSSI 2015-2019 lain ada nama Diza Rasyid. Menurut situs pemilu.asia, Diza Rasyid yang waktu di Pemilu 2014 lalu merupakan calon anggota dewan dari Partai Gerindra dapil Sulsel II. Nama Achsanul Qosasi juga terkenal di publik sepakbola Indonesia yang latar belakang politiknya adalah partai Demokrat. Begitu juga Hinca Panjaitan. Sejak dulu pecinta sepakbola Indonesia juga paham, bahwa di PSSI banyak orang-orang politik yang masuk menjadi pengurus di pusat ataupun di daerah. Hal ini karena sifat politik yang sangat cair sekali. Betul kata orang, tidak ada teman dan musuh yang abadi di politik.
Selain politik, tentu motif orang-orang yang menjadi pengurus PSSI juga berbeda-beda. Ada yang karena mengabdi bagi pesepakbolaan Indonesia, barangkali ada juga motif karena dorongan PSSI yang seperti gula didatangi semut. Semut itu bisa kita analogikan karena banyaknya sponsor yang tertarik untuk investasi dana di sepakbola. Kalau bisa kita simpulkan, PSSI adalah gadis cantik yang banyak diperebutkan. Mungkin anda sama seperti saya, lelah melihat para politisi berebut posisi entah karena motif ekonomi ataupun politik, kalo pun mereka bekerjasama mungkin anda juga sama seperti saya, bisa gak ya jauhkan politik dari sepakbola!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H