Lihat ke Halaman Asli

Rizky Febriana

TERVERIFIKASI

Analyst

3 in 1 Akhir Pekan di Depok, Kenapa Nggak?

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya sudah nikmati saja macetnya!" Menjadi jawaban Nur Mahmudi Walikota Depok ketika ditanya beberapa media terkait macet dikotanya. Sebagian netizen bereaksi dengan "menyerang" Sang Walikota dimedia sosial karena menganggap seolah Beliau desperate dan tidak melakukam apa-apa. Ungkapan ini terbilang wajar mengingat fakta Depok macet saat weekend tak bisa dielakan. Namun demikian, Saya sebagai warga yang lahir dan besar di Depok tidak mau Kita larut dalam kritik mengingat masalah kemacetan adalah hal yang kompleks dan memang harus diakui macet bukan hanya tanggungjawab Pemkot Depok. Disamping itu, harus diakui macet tidak hanya terjadi di Depok. Bukan rahasia umum lagi kemacetan juga terjadi di kota-kota peyangga/hinterland Jakarta seperti Tangerang, Bekasi maupun Bogor bahkan macetnya sampai ke Kota Bandung.

Perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri memunculkan fenomena booming property baik ruko maupun pusat perbelanjaan, pertumbuhan jumlah penduduk baik karena kelahiran maupun para pendatang, adanya peningkatan volume kendaraan sementara kapasitas jalan tidak bertambah disinyalir menjadi sebab utama. Sementara prilaku pengendara pribadi maupun umum yang parkir di bahu jalan juga menambah rumit persoalan kemacetan di Kota Depok.

Kemacetan di Kota Depok saat weekend sering terjadi di Jalan Margonda Raya, Jl. Juanda, Depok II Tengah, Jl Nusantara, Jl Sawangan Raya. Kawasan tersebut diakui sebagai pusat pertumbuhan bisnis di Kota Depok. Praktis hanya Jl. Margonda Raya yang mengalami pelebaran jalan. Sementara Jl. Juanda memang sejak dibangun didesign pemkot sebagai jalur alternatif yang cukup lebar untuk memecah kemacetan khususnya diwilayah Cimanggis dan Depok II tengah. Sementara Jl. Sawangan Raya dan Depok II Tengah praktis tidak mengalami pelebaran jalan yang signifikan. Sedangkan Jl. Nusantara meski mengalami pelebaran jalan dan penataan Pasar Depok Lama dan Pasar Depok Baru rupanya tak cukup membuat jalan tersebut terhindar dari kemacetan mengingat jalur tersebut terhubung ke Jl. Raya Sawangan (Jl. Pitara Raya) juga Jl. Margonda Raya yang memang terkenal macet. Macet di Jl Nusantara juga terjadi akibat kendaraan-kendaraan yang parkir dibahu jalan khususnya di pasar baru yang kapasitas parkirnya terbatas.

Sementara itu, Jl. Margonda Raya saat ini memiliki 8 jalur, 4 jalur di kanan dan 4 jalur di kiri. Jalan ini mengalami pelebaran yang signifikan menjadi kurang lebih 44 meter ditambah beberapa jembatan penyebrangan yang dibangun untuk pejalan kaki. Secara kualitas jalan juga dilakukan betonisasi untuk memperlama dan meningkatkan kualitas jalanan di Kota Depok. Proyek betonisasi ini secara umum hampir terjadi disemua wilayah Depok. Kalo Kita hidup diantara era pemerintahan Nur Mahmudi (2005-s.d sekarang) dengan era sebelumnya pasti tahu perbedaannya. Namun demikian seiring perubahan Depok yang dulunya hanya bagian Kab. Bogor sampai menjadi Kota Madya masih membuat Depok harus terus berbenah.

Lalu solusi apa yang tepat? Perbaikan jalan dengan betonisasi sudah, pelebaran jalan dibeberapa titik sudah, penertiban terminal sudah, penertiban parkir liar juga sudah meski belum konsisten, pembuatan jembatan penyeberangan dimargonda sudah. Semua hal tersebut sudah meski harus diakui tidak mudah untuk dilakukan khususnya pelebaran jalan seperti halnya yang terjadi di Margonda Raya yang membutuhkan waktu lama dan biaya besar untuk melakukan pelebaran jalan. Namun demikian solusi-solusi tersebut harus terus dilakukan pemkot.

Disamping itu, solusi jangka pendek Saya usul untuk diberlakukan 3 in 1 atau bahkan 4 in 1 untuk kendaraan dibeberapa jalan utama saat akhir pekan. Meski tak memiliki data yang pasti berapa kendaraan pribadi yang beredar setiap akhir pekan, menurut Saya hal ini dapat membuat pengendara pribadi berpikir 3 sampe 4 kali untuk membawa kendaraannya.

Apalagi ya? Perlukah moratorium penjualan kendaraan dan pusat perbelanjaan? Dengan basic Saya dengan latar belakang pendidikan ekonomi dan pernah sebentar di pemerintahan Saya agak sulit membayangkan kebijakan tersebut dalam jangka dekat mengingat setiap kebijakan pasti melahirkan pilihan (trade off), adanya pusat perbelanjaan penjualan kendaraan yang meningkat juga memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Meski demikian, sepertinya kebijakan moratorium harus dipikirkan dan dikaji lebih mendalam.

Mungkin warga Depok atau lainnya punya ide untuk mengatasi kemacetan? Siapa tahu Pak Nur Mahmudi atau calon walikota Depok 2015-2020 membacanya... hehehe... []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline