Pada Jumat (15/11) lalu, mahasiswa/i peminatan Ilmu Tanah Stambuk 2021 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara telah melakukan pembelajaran lapangan ke Kebun Tebu PTPN 2 Sei Semayang. Kegiatan ini merupakan bagian dari pembelajaran langsung di lapangan pada mata kuliah Tanaman Perkebunan II (Kopi, Tebu, dan Kelapa) dengan dosen pengampu mata kuliah yaitu Bapak Dr. Ir. T. Irmansyah, M.Si.
Sudut pandang masyarakat di Indonesia menganggap bahwa tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang paling menguntungkan. Namun, ditinjau dari evaluasi ekonomi ternyata tanaman tebu dalam luasan yang sama memberikan keuntungan yang lebih banyak.
Tanaman tebu dengan istilah lain Saccharum officinarum L merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri sebab didalam batangnya mengandung zat gula
Tanaman tebu merupakan komoditas yang sangat penting dalam bidang pangan sebagai upaya menyeimbang -kan kenaikan konsumsi dan ketersediaan gula nasional sehingga diperlukannya lagi peningkatan produktivitas. Sementara jika dibandingkan dengan kelapa sawit yang difokuskan untuk mendukung penggunaan bahan bakar berbasis minyak nabati atau biofuel untuk kendaraan bermotor.
Sumber energi terbarukan bioetanol yang berasal dari tanaman tebu, lebih efisien dibandingkan biodiesel dari kelapa sawit. Dari jumlah 3 ton kelapa sawit/ha bila diolah menjadi biodiesel hanya menghasilkan atau 2,5 kiloliter biodiesel. Sementara pada 1 ha lahan tebu dapat menghasilkan 4,5 sampai 5 kiloliter etanol. Yang diartikan bahwasannya kemampuan tanah menghasil -kan etanol itu dua kali lebih besar dibandingkan dengan biodiesel.
Tebu semakin dilirik sebagai komoditas yang menguntungkan di Indonesia. Selain siklus tanamnya yang lebih cepat---hanya sekitar 9-12 bulan dibanding sawit yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan---tebu memiliki potensi pasar yang besar karena kebutuhan gula nasional terus meningkat. Dengan roadmap Swasembada Gula Nasional 2030, pemerintah mendorong peningkatan produksi tebu melalui teknologi modern dan pola kemitraan.
Selain itu, budidaya tebu lebih ramah lingkungan. Tidak seperti sawit yang kerap dikaitkan dengan deforestasi, tebu bisa tumbuh di lahan marginal yang tidak memerlukan pembukaan hutan. Manfaat ekonominya pun tidak kalah menarik. Petani tebu bisa mendapatkan hasil lebih cepat, dan integrasi on-farm dengan pabrik gula memastikan harga jual yang kompetitif. Investasi di sektor tebu juga relatif lebih kecil, karena siklus panennya yang cepat dan biaya perawatan yang lebih rendah dibanding sawit.
Dengan dukungan pemerintah dan kemitraan yang efektif, tebu menjadi alternatif yang berpotensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H