Lihat ke Halaman Asli

Menyediakan Ruang Belajar yang Ramah dan Humanis

Diperbarui: 27 Juni 2024   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pasca wafatnya Nabi Muhammad dan ajaran islam semakin meluas bahkan hingga di ikuti oleh masyarakat di luar jazirah Arab, maka muncul lah orang-orang asli arab yang merasa dirinya lebih tinggi dari muslim asing sehingga orang arab sulit menerima orang muslim asing sebagai saudara karena dianggap lebih rendah. Oleh karena itu, hal semacam ini yang dapat memicu munculnya kelas-kelas sosial baru dalam masyarakat islam.

Kelas sosial pada zaman pra-islam sudah muncul dalam masyarakat Arab, ada golongan orang elite dan orang awam yang dimana kehidupan sosial terlihat dari ketimpangan antara dua golongan tersebut. Bangsa Arab pra islam telah menerapkan sistem kabilah sehingga tidak adaantar kabilah saling bermusuhan karena belum mengenal ikatan secara nasional. Karena mereka hanya mengutamakan ikatan kabilah secara hubungan darah, hal itu dipicu oleh rasa Ashabiyah (kesukuan) yang mengakar sangat kuat sehingga kehidupan dalam suatu ikatan keluarga Arab elite sangat unggul, dihormati dan dijaga meski harus terjadi pertumpahan darah melalui peperangan.

Hal ini berkenaan pada sekolah yang memihak sistem kapitalis, mengakibatkan terenggutnya hak-hak serta akses kelompok miskin dalam menempuh pendidikan. sekolah merupakan tempat untuk menuntut ilmu yang seharusnya ramah bagi para siswa.

Namun ternyata masih ada beberapa di lembaga pendidikan melakukan praktek dehumanisasi atau suatu tindakan merendahkan seseorang sehingga dianggap tidak memiliki sifat manusiawi kepada sesama. Pendidikan di sekolah saat ini sering kali menunjukkan bentuk-bentuk ketidakadilan dengan membedakan status sosial siswa. Kurikulum sekolah dirancang dengan cara yang dapat digunakan oleh oknum-oknum  tertentu untuk mengindoktrinasi dan memanipulasi pendidikan sesuai dengan kepentingan mereka sendiri.

Menurut Suyahman, pendidikan sekarang cenderung melakukan diskriminasi antara siswa kaya dan miskin, lebih berfokus pada memenuhi standar pasar kerja. Sebagaimana dalam Penelitian Saputra, Ia menemukan bahwa sekolah telah menjadi sekutu kapitalisme, sibuk melayani kepentingan masyarakat kelas atas dan mengabaikan masyarakat dari kalangan bawah. Bentuk pendidikan seperti ini cenderung menguntungkan kelompok sosial atas dan merugikan kelompok sosial bawah.

Menurut Bashori Muchsin, pola pendidikan yang ramah anak adalah cara penyelenggaraan pendidikan yang memperlakukan anak sebagai individu yang hidup dan memiliki berbagai hak. Hak-hak tersebut mencakup hak untuk berpartisipasi, hak untuk menikmati kegembiraan, hak untuk bermain, hak untuk berkomunikasi secara inklusif, dan hak untuk berdemokrasi.

Oleh karena itu, harus ada kesetaraan antara manusia dengan manusia lainnya. Bahwa kesetaraan manusia sebagai makhluk tuhan yang memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Kesetaraan manusia merupakan tingkatan atau kedudukan yang sama itu berawal dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan saat diciptakan dengan kedudukan yang sama sebagai makhluk yang mulia dan sempurna serta tinggi derajatnya dibanding makhluk lain di hadapan Allah SWT. Semua manusia itu sama derajat, kedudukan, atau tingkatannya. Namun, yang membedakan adalah tingkatan ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.

Dalam Islam, prinsip kesetaraan bukan sekadar kata-kata saja. Islam menegaskan bahwa semua manusia setara, dan yang membedakan mereka hanyalah tingkat ketakwaan. Islam melarang umatnya untuk berbangga atas keturunan atau nenek moyang mereka, atau merasa lebih unggul karena asal usul keluarga. Salah satu argumen tentang kesetaraan adalah bahwa manusia berasal dari satu nenek moyang, seperti yang ditegaskan oleh Allah dalam surat Annisa (4) ayat pertama dengan firmannya "min nafsin wahidah" (dari jiwa yang satu). Semua manusia mendapatkan perlindungan dan penghormatan yang dijamin dalam al-Qur'an, tanpa memandang bangsa, agama, bahasa, etnis, ras, dan lain-lain. Kesetaraan dalam agama Islam tercermin saat Allah mempercayakan manusia sebagai khalifah di bumi ini dan memberikan segala fasilitas hidup untuk mereka.

Dalam dunia pendidikan, islam akhirnya menemukan cara untuk menciptakan kelas yang ramah dan humanis, yaitu dengan mendirikan Madrasah atau Pondok Pesantren. Pondok Pesantren menciptakan sebuah pengajaran nilai-nilai agama islam yang berlandaskan Al-Quran dan Hadist Nabi. Sejatinya pondok pesantren mengacu pada tindakan meminimalisir sikap diskriminatif dan radikal, baik dalam kegiatan pembelajaran ataupun diluar kegiatan belajar. Yang biasanya di Lembaga pendidikan pondok pesantren itu memisahkan antara siswa perempuan dengan laki-laki, faktanya hal tersebut bukanlah Tindakan yang diskriminatif melainkan hanya sebatas bentuk antisipasi terhadap kemungkinan perlakuan yang jauh dari norma agama seperti berzina atau pacaran, yang dimana hal tersebut dilarang dalam ajaran islam.

Berikut Nilai Keislaman yang diterapkan dalam Lembaga pendidikan pondok pesantren agar menciptakan kelas yang Ramah dan Humanis, diantaranya :

  • Tasamuh (Toleransi), sebagaimana nilai ajaran tersebut dijelaskan dalam firman Allah SWT. Dalam surah Q.S.Al-Ankabut: 46 Tasamuh merupakan bentuk sikap menghargai dan menghormati keyakinan serta kebudayaan seseorang atau sekelompok, yang dimana di negara Indonesia sangat menjunjung tinggi toleransi beragama, suku, budaya dan ras yang dimana itu semua merujuk pada Bhineka Tunggal Ika.
  • Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan juga sangat penting dalam pandangan humanisme (kemanusiaan) karena Allah SWT mengajarkan agar melihat seseorang jangan dari latar belakangnya seperti apa dan apapun identitasnya orang tersebut kita harus menghargai dan menghormati serta selalu berbuat baik, sebagaimana yang termaktub pada surah Q.S.Al-Mumtahanah (60):7-8. Allah berfiman : "(7)Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Allah adalah Mahakuasa. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
  • (8) Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
  • Menekankan prinsip persamaan, di pondok pesantren juga menekankan ajaran untuk tidak memandang perbedaan suku dan ras demi menjunjung tinggi rasa ketaatan kepada Sang Pencipta yakni Allah SWT yang berpegang teguh atas dalil yang di firmankannya dalam surah Q.S.Ali Imran (3):84 : Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri". Bahwa seharusnya manusia hidup di dunia bukan hanya  semata-mata untuk beribadah, namun harus menjalin hubungan sosial yang baik, berlaku adil, menghargai orang lain serta meningkatkan hubungan kemanusiaan tanpa harus membeda-bedakan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam menyediakan ruang kelas yang ramah dan humanis, para pendidik atau guru pun harus bisa menanamkan prinsip kesetaraan, keadilan, demokrasi berorientasi dalam sikap berperikemanusiaan, menjunjung tinggi kedamaian serta kebersamaan lalu menghormati berbagai macam perbedaan dengan berlandaskan Al-Quran dan Hadist nabi yang sudah diterapkan dari zaman ke zaman, hingga seperti saat ini di Indonesia yang mengukuh tinggi nilai-nilai keislaman pada semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline