Lihat ke Halaman Asli

Penantian di Ufuk Senja

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

MUSIBAH DIPAGI HARI

Pagi ini, matahari di langit Jakarta terlihat pucat. Kelam dan suram pun menyelimuti Jakarta, seumpama orang yang sedang dirundung kesulitan mendalam. Langit seakan terlihat ingin malam kembali, padahal waktu baru menunjukan pukul 06.30. Maklum saja, bulan ini adalah saat-saatnya kota Megapolitan ini terjadwal musim penghujan, tak bisa dibantah lagi dari pagi hingga kembali malam hujan terus mengguyur dan banjir pun tak pernah absen di kota ini, sampai-sampai terkadang sulit membedakan apakah ada matahari pagi ini?

Seorang gadis cantik berjilbab putih bermata bening terlihat sedang membantu ibunya menyiapakan sarapan pagi untuk bapaknya yang ingin berangkat kerja dan lauk-pauk untuk dagangan di warung nasi ibunya. Bapaknya bekerja sebagai buruh pabrik tekstil di Jakarta Pusat dan ibunya membantu berdagang nasi. Ibunya bernama Bu Azizah, wajah gadis manis itu sangat mirip denagn Beliau, sedangkan ayahnya bernama Pak Timan. Gadis itu adalah Putri sematawayang dari keluarga ini. Pagi ini hujan begitu lebatnya, rasanya nikmat sekali untuk tidur dan bermalas-malasan di rumah, tapi tidak dengan keluarga kecil ini yang memiliki etos kerja tinggi.

“Ini kopi dan sarapannya, Pak.” Sapa gadis itu dengan sopan dan bernada halus sambil memberikan kopi dan sarapan itu kebapaknya.

“Ya terima kasih, Mi.” Jawab bapaknya sambil memberi senyuman.

Nama gadis cantik, manis dan bermata teduh itu adalah Latifah Nazmi Utami, namun keluarga dan teman-temannya akrab memanggilnya Tami. Adanya Tami di rumah memang sangat membantu ibunya. Maklum saja, ibunya membuka warung nasi kecil-kecilan di samping rumahnya untuk membantu perekonomian keluarga. Tami adalah seorang Mahasiswi tingkat satu Fakultas Kedokteran Hewan di Institut Pertanian Bogor ( IPB ). Saat ini, Dia sedang liburan akhir semester, jadi hal tersebut Dia manfaatkan untuk pulang ke rumah dan untuk bisa berbakti pada orang tuanya. Tami adalah satu-satunya harapan orang tuanya. Wajar saja karena Dia anak sematawayang dan yang akan menjadi satu-satunya sarjana di keluarganya. Maka dari itu, Dia sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, karena Tami tidak ingin mengecewakan amanah yang telah diberikan dan dipercayakan orang tuanya. Semasa SMA dulu, Dia juga termasuk salah satu siswi yang berprestasi di sekolahnya dan Dia pernah membawa nama SMAnya memenangkan perlombaan MTQ tingkat SMA seJABODETABEK. Jadi tidak heran kalau Tami sungguh-sungguh memfokuskan pada studi dan cita-citanya.

“PRANG!!!”

“Seperti ada yang pecah diluar sana, apa yah?” Tami berkata dalam hatinya.

“Mi! Kesini sebentar, ibu butuh bentuanmu, Nak! tolong ibu!” Teriak sang ibu sambil meringis kesakitan.

“Iya Bu tunggu, Tami sedang menggoreng telur.” Jawab Tami yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada ibunya.

Setelah selesai menggoreng telor, cepat-cepatlah Ia bergegas kewarung menemui ibunya. Tiba-tiba tersentaklah Tami, Dia kaget sekali melihat ibunya tergeletak tidak bergerak di lantai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline