Lihat ke Halaman Asli

Rizky Hidayat

Perluas Sudut Pandang, Persempit Memandang Sudut.

Refleksi Hari Harimau Sedunia, Apa Kabar Nasib Harimau Indonesia?

Diperbarui: 29 Juli 2018   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panthera tigris. Sumber: pixabay.com

Pada kesempatan kali ini, penulis akan mengajak pembaca untuk melakukan refleksi sejenak.

Delapan tahun yang lalu, melalui konferensi The Tiger Summit yang dilaksanakan di Saint Pettersburg, Rusia pada 21-24 Nopember 2010, telah menghasilkan kesepakatan bersama seluruh dunia bahwa pada tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai perayaan Hari Harimau Sedunia.

Tujuan dari perayaan ini yang pasti, untuk mengingatkan kepada kita agar selalu meningkatkan kesadaran dalam menjaga konservasi harimau beserta habitat alaminya.

Menurut data dari IUCN, dahulu kita memiliki tiga (3) sub-spesies harimau dari sembilan (9) sub-spesies harimau yang ada di dunia. Bahkan termasuk negara yang menyandang predikat spesies harimau terbanyak di dalam satu negara. Mereka adalah harimau sumatera, jawa dan bali.

Namun sayangnya, predikat tersebut buyar begitu saja tatkala melihat kecilnya animo kesadaran masayarkat Indonesia tentang pentingnya menjaga alam lingkungannya sehingga hanya tersisalah satu sub-spesies saja sampai saat ini, yaitu harimau sumatera (meski desas-desusnya harimau jawa kembali menampakkan diri).

Dahulu, harimau dianggap sebagai hama dan pengganggu bagi manusia. Sampai pada akhirnya mereka dibantai dan dibunuh secara masif oleh masyarakat Hindia-Belanda (Indonesia waktu itu) pada kisaran Abad ke-18 sampai 20-an awal.

Salah satu ilustrasi pada kartu pos era Hindia-Belanda yang menggambarkan tradisi rampogan macan di tanah Jawa. sumber: koleksi arsip Tropenmuseum

Adapula kasus, dimana harimau dijadikan tradisi hiburan rakyat. Oleh masyarakat Jawa tradisi ini dinamakan Rampogan Macan. Mereka (harimau) di arak di tengah alun-alun, dikeluarkan dari kandang kemudian ditombak dari segala penjuru arah sampai mati. Hal inilah yang menyebabkan penurunan populasi drastis harimau hingga pada puncaknya mengalami kepunahan.

Miris, itulah yang kita refleksikan dalam melihat masa lampau. Bagaimana dengan sekarang? Nyatanya kasus harimau juga masih menjadi tugas besar yang belum tuntas bagi pegiat konservasi dan masyarakat Indonesia. Terlebih kasus terakhir yang sangat memilukan di tahun 2018 ini adalah digantungnya seekor harimau di Mandailing, Sumatera sampai isi perutnya keluar.

Hal ini harus segera diminimalisir, bukan hanya oleh para pegiat konservasi lingkungan melainkan oleh segenap masyarakat Indonesia untuk sadar bahwa pentingnya menjaga alam hayati Indonesia termasuk menjaga kelestarian harimau di dalamnya.

Semoga refleksi ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Selamat memperingati Hari Harimau Sedunia. Dan Salam Lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline