Lihat ke Halaman Asli

Rizky AdiFirmansyah

Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Diskursus Metode AWD dan AWK Pada Treaty Shopping dan Penghindaran Pajak Berganda

Diperbarui: 25 Juni 2024   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa itu AWD dan AWK?

AWD sering disebut sebagai analisis wacana saja, tanpa kata deskriptif. Dalam AWD, wacana dipandang sebagai unit bahasa yang lebih besar di atas kalimat atau klausa (Brown & Yule, 1988). Teks ujaran atau paragraf dalam AWD, lazim dianalisis dari sisi komponen wacana (konteks situasi, kohesi - koherensi, prinsip interpretasi lokal dan analogi, dst. Meskipun tampak lengkap, wacana dalam AWD hanya dipandang sebagai fenomena lingual semata-mata. Maka, AWD gagal menangkap dimensi konflik dan selubung kuasa di balik teks : penindasan, ketimpangan sosial, ideologi, relasi dominasi-subordinasi.

Kegagalan pada AWD tersebut tampaknya dapat diatasi oleh AWK. Wacana dalam perspektif AWK, merepresentasikan realitas sosial yang penuh dengan selubung dominasi kekuasaan dan konflik (cf. Haryatmoko 2010; Jupriono, SUkrisyanto, Darmawan, 2016). AWK memandang wacana sebagai praktik kebahasaan terorganisasi yang mengkontruksi praksis sosial (berbicara, berpikir, bertindak) untuk mengubah atau mempertahankan dominasi kekuasaan (Wodak, 2010). Tokoh AWK yang memberi banyak perhatian pada dimensi kekuasaan secara khas adalah Michel Foucault (1926-1984), seorang filosof-kekuasaan berkebangsaan Prancis (Kelly 2010). Menurut Faucolt, kekuasaan itu menyebar tanpa bisa dilokalisasi, "ada di mana-mana", meresap dalam sebuah relasi sosial; subjek kekuasaan tidak harus seorang raja, perdana menteri, atau presiden terhadap rakyatnya (cf Jupriono, 2011), Bahkan ia bisa muncul dalam relasi suami istri, sepasang kekasih, dokter-pasien, Psikiater-Klien, Dosen-Mahasiswa, Mandor-kuli, dst (cf. O'Farrell, 2007). Ia tidak dimonopoli siapapun, tetapi beroperasi dalam relasi pengetahuan dan situasi strategis kompleks dalam masyarakat. Kekuasaan merupakan tatanan disiplin yang melekat pada ambisi pengetahuan, yang tidak selalu reresif, tetapi produktif. Ia muncul manakala terdapat perbedaan dan diskriminasi. Kontrol kekuasaan dijalankan dengan mekanisme disiplin, normalisasi, sistem panoptik, klasifikasi, dan identifikasi (Haryatmoko, 2010; 2012). Tokoh yang meninggal digerogoti AIDS ini berbicara bagaimana kuasa dilihat, diterima, dipraktekkan sebagai kebenaran dan berfungsi dalam bidang-bidang tertentu.

Teknik AWK Foucault bukan saja lain sama sekali dari AWD, melainkan juga berbeda dengan sesama AWK versi lain (Van Dijk, Fairclough, Van Leeuwen, Mills, Fowler, dan mungkin juga Derrida). Yang menonjol dalam AWK-Foucault adalah ditekankannya pencarian unsur-unsur wacana yang absen/tersembunyi serta kontekstualisasi unsur wacana dalam jaringan kekuasaan-pengetahuan (Alba-Juez, 2009). 

Treaty Shopping

Treaty Shopping, menurut OECD, merujuk pada praktik dimana individu atau entitas mencoba memanfaatkan perjanjian pajak antar negara untuk keuntungan pribadi tanpa memenuhi syarat sebagai penduduk di negara-negara terlibat. Ia seringkali melibatkan skema yang rumit dan tidak selalu sesuai dengan tujuan awal dari perjanjian tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan pajak yang signifikan bagi negara-negara yang seharusnya berhak mendapatkanya, dan menantang keadilan dalam sistem pajak. Ketika wajib pajak terlibat dalam treaty shopping, mereka berusahan untuk memperoleh manfaat dari perjanjian pajak tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan dallam perjanjian tersebut. Ini bukan hanya melanggar kedaulatan pajak antar negara-negara terlibat, tetapi juga merupakan isu utama yang dihadapi oleh Anggota kerangka Inklusif Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Adapun dampak dari traty shopping dapat dirasakan secara luas. Pertama, praktik ini mengganggu keseimbangan ekonomi yang diperjanjikan oleh perjanjian pajak dengan memperluas manfaatnya ke pihak ketiga yang tidak diinginkan dan merusak prinsip kesetaraan yang menjadi dasar perjanjian tersebut. Kedua, treaty shopping dapat menyebabkan penghindaran pajak, di mana pendapatan yang seharusnya dikenakan pajak menjadi tidak terpajak atau dikenakan pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya. Ini mengubah insentif bagi negara-negara untuk bernegosiasi perjanjian pajak antar yuridiksi, karena penerima manfaat akhir dapat memperoleh keuntungan dari perjanjian tersebut tanpa kewajiban yang sepadan.

Untuk mengatasi ini OECD telah mengambil langkah-langkah yang signifikan melalui inisiatif BEPS melalui action 6 Report yang menetapkan standar minimum untuk mencegah penyalahgunaan perjanjian pajak, termasuk treaty shopping. Anggota kerangka kerja inklusif BEPS telah berkomitmen untuk memasukkan ketentuan yang dirancang untuk melindungi perjanjian pajak dari praktik treaty shopping. BEPS Mulitilateral Instrument (MLI) memfasilitasi modifikasi cepat dari perjanjian pajak bilateral untuk memasukkan standar minimum ini dan ukuran terkait lainya.

Proses Peer Review Document atau Tinjauan sejawat yang dilakukan rutin pada tahun 2018, 2019, san 2020 memastikan bahwa implementasi standar minimum ini diikuti secara konsisten. Ini bertujuan untuk memberikan bantuan yang ditargetkan kepada anggota yang membutuhkan dukungan dalam mengimplementasikan standar minimum Action 6 Report. OECD juga mencatat bahwa hasil dari implementasi minimum Action 6 Report menunjukkan kemajuan yang signifikan, dengan sebagian besar anggota kerangka kerja inklusif BEPS mengambil langkah-langkah untuk memodifikasi perjanjian pajak mereka sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dengan demikian, langkah-langkah ini menandai kemajuan penting dalam upaya untuk mencegah treaty shopping dan memastikan penerapan perjanjian pajak yang adil dan efektif. Meskipun demikian, perlu dipahami bahwa masalah ini masih memerlukan pemantauan dan tindak lanjut yang berkelanjutan untuk memastikan kepatuhan dan keadilan dalam sistem pajak global.

Metode AWD dan AWK pada Treaty Shopping

dengan adanya P3B (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda) maka diharapkan kesetaraan antar negara di dalam perpajakan bisa terwujud. P3B sendiri adalah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah mitra atau yuridiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak Berganda dan pengelakan pajak. Metode AWD dan AWK dirasa memiliki nilai yang positif yang bisa mendasari P3B ini. Tidak boleh lagi ada dominasi kekuasaan terutama di tataran perpajakan global. Hal tersebut harus terjadi mengingat negara domisili usaha sudah sepatutnya mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan di dalam perpajakan. 

Disini saya ingin menyisipkan tokoh yang terkenal dengan nama Semar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline