Lihat ke Halaman Asli

Rizki Zakaria

Pengajar Bahasa

Rendra, Mastodon, dan Burung-Burung Kondor

Diperbarui: 26 Desember 2022   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu cuplikan dari teater "Mastodon dan Burung-Burung Kondor" [Dokumentasi dari Tempo]

"Manusia adalah gabungan antara roh dan jasad."
-W.S. Rendra


Mastodon dan Burung-Burung Kondor merupakan judul teater dengan konten isu sosial. Sebuah maha karya indah dari sastrawan bernama W.S. Rendra. Kontemplasi pemikirannya terhadap kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Menyitir pernyataan Rendra dalam teks yang dituangkan lewat tokoh Jose Karrosta ini,  terlihat bahwa titik penilaiannya dalam memperjuangkan sebuah perjuangan. Perjuangan yang menginginkan sebuah perubahan, terutama perubahan ke arah yang lebih baik. Rendra mengungkapkan proses sinergitas antara roh dan jasad yang perlu diperhitungkan. Ia juga memandang bahwa para gerilyawan yang berani ialah yang memperjuangkan revolusi. Revolusi para gerilyawan inilah yang dikhawatirkan seorang Rendra melalui pikirannya yang tertuang dalam teater ini. 

Para gerilyawan yang berhasil merebut kekuasaan merupakan sebuah perjuangan yang mementingkan jasad sehingga Rendra tidak begitu menyetujui itu semua. Perjuangan yang instan akan menghasilkan kekacauan dan menghasila kekuasaan yang otoriter sehingga perlunya sikap perlahan dan mensinergitaskan roh dan jasad itu sendiri. Kedua kepentingan itu harus berjalan dengan berbarengan. Tidak habisnya Rendra mengkritik sebuah jalannya pemerintahan di Indonesia melalui sebuah teater kolosal ini. Latar tempat yang disajikan Rendra dalam teater ini merupakan tanah Kuba tetapi representasinya cukup mengarah pada kehidupan politik dan sosial di Indonesia.

Naskah yang dibuat tahun 1973 ini masih cukup relevan untuk dikaji dari segi sosial-politik di Indonesia. Apakah ini bukti bahwa Indonesia kurang signifikan dalam mengalami perubahan seperti apa yang diperjuangkan para gerilyawan itu? Mastodon dan Burung-Burung Kondor merupakan gambaran pikiran seorang Rendra. Pemikiran yang berusaha menyadarkan para penikmatnya agar tidak masuk pada jurang kepentingan praktis tanpa memikirkan kepentingan ruhani. Pernyataan dan pikiran Rendra inilah yang bisa dijadikan bukti atau patokan dalam berpikir terutama dalam upaya melakukan revolusi atau perubahan yang sebenarnya. Rendra begitu yakin bahwa perubahan atau revolusi tidak dapat dilakukan secara gerilya dan instan, perlu sebuah tahap-tahap perubahan sehingga perubahan bisa menyeluruh dan mendasar. Hal-hal seperti kebudayaan pun mesti diperhitungkan. Sebagai bahan pertimbangan, bagaimana sebuah budaya bisa begitu mudah masuk dan menyebar di sebuah negara? Rasanya budaya juga sangat mempengaruhi perubahan sebuah negara, bisa menuju ke arah yang buruk ataupun baik.

Burung kondor merupakan representasi masyarakat yang lemah dan rendah. Masyarakat yang tertindas oleh kekuasaan. Front mahasiswa yang dipimpin oleh Juan Federico berhasil mempersatukan para mahasiwa seluruh provinsi tetapi mengalami kendala karena Jose Karrosta tidak menyetujui revolusi yang diperjuangkan Juan Federico. Rasanya, klimaks dan inti permasalahan teater ini terletak pada sikap Juan Federico dalam memperjuangkan sebuah peruangan melawan diktator, Max Carlos. Burung-burung kondor inilah yang marah terhadap kenyataan sehingga berusaha melakukan revolusi. Lagi-lagi memang sebuah perubahan yang baik tidak bisa hadir dalam sebuah perjuangan praktis. Hanya perubahan yang matang yang dapat menghadirkan kebaikan. Begitupun Jose Karrosta yang juga seorang seniman. Representasi-representasi yang hadir inilah menggambarkan betapa penting dan butuhnya sebuah negara terhadap para seniman. Meskipun terkadang seniman itu tidak membutuhkan lembaga sekalipun. Seniman-seniman inilah yang berusaha meneriaki burung-burung kondor yang marah dan kelabakan. 

Rendra mengungkapkan beberapa tipe kepemimpinan di masyarakat. Pertama, kepemimpinan yang karismatik. Pemimpin yang seperti ini lebih kepada karisma dari sosok pemimpinnya. Pemimpin yang seperti inilah yang tidak membutuhkan lembaga-lembaga karena cukup dengan wibawanya saja maka semua bisa diatur. Tapi terkadang tipe pemimpin seperti inilah yang diktator. Yang kedua, kepemimpinan yang berdasarkan lembaga dan berpegang pada nurani. Kepemimpinan seperti ini biasanya kurang memberikan efek wibawa pada pemimpinnya. Mereka-mereka para diktator merupakan seorang gerilyawan yang berpegang pada kewajiban-kewajibannya. Nilai-nilai perubahan itulah yang telah direbut berubah menjadi sebuah mastodon yang siap menginjak-injak apapun. Semuanya memerlukan proses. Ada burung dan mastodon. Itulah Rendra. 

"Burung-burung kondor menjerit, tersingkir ke tempat yang sepi. Masyarakat membutuhkan perubahan yang berdasar pada nurani dan jasad."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline