Lihat ke Halaman Asli

Rizki Vonna

Pendidik Sejarah

Bambu Runcing: Tonggak Perjuangan & Pertahanan Kemerdekaan RI di Kota Langsa

Diperbarui: 11 Januari 2024   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penjajahan yang dialami oleh bangsa Indonesia dengan rentan waktu yang begitu lama, banyak memakan korban akibat penjajahan yang dilakukan oleh para penjajah baik dari Eropa maupun Asia. Penjajahan ini tidak hanya merenggut harga diri, nyawa korban, hingga infrastuktur pemerintahan. Tidak hanya itu, berbagai macam kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia baik rempah-rempah maupun kekayaan alam lainnya, turut di rampas dan di angkut ke Negara-negara penjajah. Untuk menghadapi kekejaman para penjajah, bangsa Indonesia tidak tinggal diam, perlawanan dan peperangan terus sengit dilakukan oleh lapisan-lapisan masyarakat, mulai dari pelosok desa hingga diperkotaan, dari perlawanan yang bersifat kedaerahan kemudian menjadi perlawanan yang berskala nasional. 

Setiap makhluk baik individu maupun kelompok berkeinginan untuk memiliki kemerdekaan yang hakiki, yang mampu mengatur diri mereka sendiri tanpa harus bergantung dengan yang lain. Kata merdeka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti bebas (dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, dan leluasa. Perang kemerdekaan adalah perang yang disambut oleh suatu Negara yang diserang untuk mengelakkan diri dari serangan atau untuk membebaskan diri dari serangan atau pemerasan dan penindasan dari Negara lain yang sudah berlaku (Thamrin dan Edy, 2007: 131).

Dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan sesuai dengan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi (Rudy, 2013):

"...untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...".

Perjuangan untuk mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia melakukan berbagai hal yang dapat mengusir penjajah dari bumi Indonesia, mulai peperangan resmi maupun peperangan secara gerilya. Peperangan antara pihak Belanda dengan Kesultanan Aceh berawal ketika ditandatangani traktat Sumatra oleh Inggris pada tahun 1871 yang isinya (Rusdy sufi, 2008) "memberi kebebasan kepada Belanda untuk memperluas kekuasaannya di Pulau Sumatra", sehingga tidak ada hak dan kewajiban bagi Belanda untuk mengormati dan menghargai bangsa Aceh. Peperangan ini terus berlanjut sampai Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada Maret 1942. Penjajahan Indonesia diambil alih oleh bangsa Jepang, dengan rentang waktu yang sangat singkat, namun masa penjajahan Jepang sangat membekas kehidupan para pribumi baik dibidang ekonomi, sosial, maupun pemerintahan. Pada awal kedatangan Jepang, Jepang mampu mengambil simpati para cendikiawan, 'alim ulama, serta masyarakat Aceh pada umumnya, dengan melontarkan janji-janji kemerdekaan, seolah-olah Jepang menjadi saudara bagi rakyat Aceh demi tercapainya cita-cita kemerdekaan.

Perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dilakukan diseluruh Indonesia pada umumnya dan khususnya pada setiap daerah, yang terus memperjuangkan kemerdekaan dengan berbagai cara baik peperangan yang dilakukan dengan senjata pada umumnya yaitu kris, senapan, tombak, parang, dan benda tajam lainnya. Akan tetapi, sebahgian besar masyarakat juga menggunakan senjata tradisional yang berupa bambu runcing. Tulisan ini akan mengkaji persoalan bagaimana perjuangan rakyat Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan RI dikota Langsa dengan menggunakan senjata tradional Bambu Runcing? Apakah rakyat Aceh khususnya di kota Langsa mampu mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dengan menggunakan berbagai macam senjata tradisional khusus Bambu Runcing.

Awal Mula Pelopor Bambu Runcing

Setelah berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia, Jepang mulai menggantikan posisi Belanda. Kedatangan Jepang berawal dengan penyambutan yang baik, Jepang mengambil simpati ulama, uleebalang, serta masyarakat dengan menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Hal ini, dimanfaatkan oleh Jepang demi terwujudnya cita-cita, mensukseskan perang Asia Timur Raya. Pada awal kependudukan Jepang memang membawa dampak positif, mampu melepaskan pribumi dari kekangan Belanda. Namun, hal ini tidak berjalan secara terus menerus, Jepang hanya menggantikan nama sistem pemerintahan dari bahasa Belanda menjadi bahasa Jepang. Untuk menimbulkan kesan adanya demokrasi, penguasa Jepang membentuk bermacam-macam organisasi di Aceh, pada bulan Mei 1943 dibentuk Tokobetsu-kesatsutai (polisi Istimewa), bulan Agustus 1943 dibentuk Keibo-jieidan (badan penjaga keamanan), bulan November 1943 dibentuk pula Giyu-gun (Laskar Rakyat) dan Atjeh-syu-sangi-kai (Majlis Perwakilan Rakyat Daerah Aceh). Adapun tujuan dari seluruh pembentukan organisasi demi terwujudnya Asia Timur raya. 

Dalam proses pembentukan organisasi tersebut, Jepang membuat pelatihan militer baik laki-laki maupun perempuan, agar seluruh pribumi mampu mengikuti Asia Timur raya. Dengan keterbatasan senjata-senjata perang, Jepang mulai memperkenalkan dan mengembangkan bambu runcing untuk dijadikan sebagai senjata perang, dalam bahasa Jepang disebut dengan Takeyari. Senjata ini digunakan untuk menghadang pasukan payung musuh yang diterjukan dari udara.

Bambu Runcing merupakan senjata tradisional yang sangat fenomenal digunakan dalam medan perang oleh bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Senjata ini sudah muncul sebelum masa kependudukan Jepang. Senjata tradisional bambu runcing pertamakali di pelopori oleh seorang ulama sepuh dari kota Parakan, Temanggung, Jawa Tengah yang bernama Kyai Subchi. Kyai Subchi menciptakan sejenis bambu runcing yang disepuh dengan doa, sehingga Kyai Subchi dijuluki dengan kyai Bambu Runcing. Pada tahun 1941, kyai Subchi mendapat firasat akan ada peperangan kedepannya, beliau mengumpulkan putra-putranya (Lurah Mas'ud, Ali, dan H. Noer) untuk mempersiapkan alat perang. Dari kesepakatan dengan putra-putranya, putra beliau mengusulkan ide untuk menggunakan senjata cucukan yang terbuat dari bambu dengan alasan bambu mudah untuk dibuat rakyat,tidak banyak biaya, dan bambu mempunyai sifat bila melukai sukar sembuh dan juga membahayakan. Usulan tersebut diterima oleh Kyai Subchi, kemudian diputuskan sebagai ciri khas senjata pasukan yang akan dibentuknya. Senjata Bambu Runcing ini, terbuat dari bambu yang ujungnya diruncingkan, senjata ini digunakan laksana senapan yang tersungkur. Bambu runcing melambangkan keberanian dan keteguhan dalam peperangan.

 Lintasan Sejarah Pembentukan Kota Langsa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline