Cut Nyak Dhien dilahirkan pada thun 1848 di lam padang, Aceh Besar. Beliau dilahirkan sebagai seorang wanita dari golongan Bangsawan. Keadaan ini tak menjadikan dirinya manja dan bangga atas kedudukan orang tuanya. Sifat kepahlawanan yang di milikinya justru tumbuh karena Warisan dari Ayahnya: Teuku Nanta Seutia, Seorang uleebalang yang merupakan pejuang dalam menentang Kolonial Belanda. Ibunya juga keturunan bangsawan yang terpandang dari Kampung lam pageu.
Pada umur 12 thun, Cut Nyak Dhien dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, seorang Pemuda yang taat Agama, berpandangan luas, seorang alim, tak kalah pentingnya, Teuku Ibrahim lamnga adalah pemimpin pasukan perang Aceh.
Pada 1873, Pecahnya Perang Aceh melawan Belanda yang menggerakan Seluruh rakyat Aceh berjuang mati-matian untuk mengusir Belanda. Masjid raya dan Kraton Aceh telah dikuasai oleh Belanda. Hal ini menimbulkan amarah yang semakin menyala, Perlawanan Semakin Sengit. Teuku Ibrahim lamnga terpaksa meninggalkan Cut Nyak Dhien dan keluarganya untuk masuk dalam barisan peperangan, sampai berbulan-bulan tidak bertemu dengan cut nyak Dien. Kedatangannya ingin mengabarkan bahwa Cut Nyak dhien dan rakyat harus meninggalkan kampungnya dan harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.( Mereka mengungsi dari satu kampung ke kampung lainnya).
Keadaan yang sedemikian itu semakin menimbulkan bibit kebencian pada Belanda. Perasaan sedih dan kecewa kembali di alami oleh Cut Nyak Dhien, setelah gugurnya orang yang sangat dicintainya Tengku Ibrahim lamnga dan semakin tuanya Tengku Nanta, hal ini memberikan suatu pertanyaan siapa yang akan meneruskan perjuangan ini?
Kian hari, hadirnya sepupu Cut Nyak Dhien tak lain ialah Teuku Umar yang hendak bersilaturrahmi dan ingin mengikat hubungan halal dengan Cut Nyak Dhien. Titik bersatunya dua kesatria ini dalam ikatan pernikahan mengobarkan semangat juang rakyat Aceh dalam menghadapi kafe kompeni. Teuku Umar adalah sosok pejuang rakyat yang unik, ia dicintai rakyat dan pernah dibenci, pernah disanjung oleh Belanda sebagai Tengku Johan pahlawan dan akhirnya menjadi musuh utama Belanda hingga syahid di ujung kala Meulaboh.
Kebencian Cut Nyak Dhien semakin memuncak, sebelumnya Cut Nyak Dhien hanya sebagai orang yang berperan di belakang layar. Namun setelah Teuku Umar syahid, Cut Nyan Dhien terjun ke arena peperangan secara langsung. Sebagai pemimpin ia tidak pernah merasa lelah dan takluk, beliau seorang yang fanatik dan tabah, mampu merasakan pahit perjuangan bersama-sama dengan pengikutnya. Masuk dan keluar hutan belantara, naik dan turun gunung hingga ia uzur dan rabun. Akan tetapi, rencong terselip di pinggangnya dan siap terhunus untuk musuhnya.
Semangat perlawanan cut nyak Dien tidak pernah padam. Hikayat perang Sabil terus di Kumandangkan agar semangat perang untuk mengusir si kafir tertanam di jiwa generasi yang baru tumbuh. kata-katanya membakar semangat pengikutnya. Cut Nyak Dhien adalah ratu yang bertahta di dalam rimba Aceh, gaungnya bergema sampai keluar daerah Aceh dan disambut oleh orang-orang Minangkabau.
Belanda tidak henti-hentinya mengejar kemanapun gerilyawan cut nyak Dien dan pengikutnya. Cut nyak Dien berusaha keras untuk menghindari taktik penangkapan Belanda dengan cara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, tempat persembunyian tidak pernah diketahui oleh masyarakat biasa karena banyak sekali ketentuan yang disiasati oleh Cut Nyak Dien.
Hari terus berlalu bulanpun terus berganti, seiring demikian, gubernur Hindia Belanda pun berganti dari Van heuts diganti ke Van dealen hal ini semakin memper buruk keadaan di Aceh akibatnya ruang gerak gerilyawan semakin terbatas.
Selama 6 tahun cut nyak Dien memimpin perjuangan bersama pengikutnya. Kerentaan karena usia, penyakit encok, rabun yang melemahkan tubuhnya dan sumber makanan yang tidak pasti. Penderitaan yang begitu berat membuat iba panglima laut selaku panglimanya.
Panglima laut berkata : wahai Cut Nyak Dhien pukasep perjuangan tanyo Cut Nyak, dengan keadaan cut nyak yang sakit-sakit, hana ubat dan selayak jih cut nyak merumpok pelayanan layak jih putri bangsawan wahai cut nyak.