Lihat ke Halaman Asli

Jakarta dan Pertambahan Penduduknya

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

132930357473914752

[caption id="attachment_171279" align="alignleft" width="420" caption="Para pekerja bangunan di sekitar Ambasador mall (foto: pribadi, 2012)"][/caption] Bila membandingkan pemukiman di sekitar Ambasador mall, Jakarta, setahun yang lampau dengan sekarang, tampak mulai menyaingi daerah perkantoran di Jl. Jend. Sudirman. Para pemilik bangunan terasa semakin merapatkan kehadirannya dengan tetangga sebelahnya. Hampir serupa dengan angkutan khas kota Jakarta yang merajai daerah tersebut. "Merapat, ayo, merapat duduknya. Kasih tempat buat yang baru naik," seru para kenek angkot yang saling beradu merdu. Para investor asing yang saling beradu menanam paku beton tampaknya mulai diselingi dengan kehadiran investor lokal. Si raja lokal ini terlihat percaya diri dengan menanamkan investasinya pada para pembangun yang melindungi diri dengan topi bangunannya yang berwarna putih. Entahlah mengapa sang pemilik memilih daerah ini yang dulu rawan dengan wajah kusam di beberapa bagiannya. Sepertinya beliau-beliau ini memang senang membentuk pemukiman keluarga dalam satu kawasan. Padat Karya. Rasanya baru kemaren sore slogan itu terbaca dalam benak saya. Ayo kita bangun rumah rakyat yang layak huni bagi warga Jakarta, beralih menjadi ayo kita berkompetisi membangun yang lebih tinggi dan padat memuat untuk dihuni. Tentu saja jalur hijau yang memisahkan jalur kiri dan kanan saat ini sedang dalam lapisan konstruksi beton. Sebuah akibat yang membangun wajah kota, seperti sedang dalam tempat perias wajah yang berharap keluar dengan wajah siap menyambut modernisasi. Selain dampak pendewasaan kota, saat melalui jalur kendaraan di daerah ini akan memakan waktu dan kesabaran berlipat dari sebelumnya. Bagaimana tidak? Satu jalur kiri dan satu jalur kanannya terpakai sebagai akses bagi para pembangun. Namun di sisi lain, pagar yang mengelilingi wilayah "Dilarang masuk, kecuali yang berkepentingan" ini mendatangkan keuntungan tersendiri bagi pemasang iklan yang berkepentingan. Seperti spanduk 484 Jakarta Kita. (Rizki Ramadhani)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline