Lihat ke Halaman Asli

Rizki Rahmawati

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Ruang Temu

Diperbarui: 13 Desember 2022   17:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di dalam sekotak ruang yang jauh dari hiruk pikuk kota. Berisikan dua sofa sedang dengan meja kayu yang masih terlihat sangat kokoh. Anina sudah memesan tempat untuk bertemu dengan dua sahabat lamanya yang sudah 10 tahun hilang kontak. Dia menyiapkan jamuan yang ia percaya akan membangkitkan kenangan lama mereka saat masih sering bersapa dulu. 

Ia menunggu tapi kabar terbaru dari kedua temannya belum juga ia rasakan. Ia kwatir jika nantinya pertemuan yang sudah ia nanti harus rela terkubur kembali. 10 tahun yang lalu gadis dari desa terpencil memberanikan diri menyusul ibunya yang bekerja sebagai ibu rumah tangga di salah satu komplek perumahan elit ibukota. Dengan baju lusuh dan sepatu yang hampir jebol, ia memberanikan diri datang di hari pertama pengenalan sekolah barunya. Ditertawai sudah pasti, tapi ada dua orang yang gayanya seperti preman komplek datang menemuinya.

 Anina berkata dalam hati "Ah, sudah habis aku, hari pertama bersama perundung sekolah". Tapi nyatanya hal yang ia pikirkan jauh berbanding terbalik, dua anak perundung itu adalah hadiah untuknya, Naomi dan Azkiya, Naomi keturunan Jepang yang sangat digemari oleh hampir seluruh kakak kelas, dan Azkiya cewek tomboy anak dari pejabat Negara. Dua anak itu yang terus menjadi pendorong Anina untuk bisa bertahan sampai detik ini. Dan sekarang Anina ingin membalas budi sekaligus bertemu mereka. Dua minggu lalu Anina berhasil mengabari Azkiya namun tidak dengan Naomi, tapi Azkiya janji pasti saat datang, Naomi akan ia bawa. Setelah 1 jam berlalu, Anina mungkin sudah paham bagaimana kelanjutannya ia memutuskan untuk pergi dan meninggalkan pesan singkat berharap itu akan terbaca. 2 jam berlalu tetap diruangan itu, terlihat dua wanita, satu berjaket hitam kulit dan satu lagi duduk di kursi roda dengan balutan topi berbulu menutup kepalanya, wajah pucat dan kurus kering. Tak sadar ruang itu menjadi saksi temu mereka yang terlambat oleh waktu. Entah kapan waktu temu itu akan menjadi sempurna bagi mereka untuk bersapa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline