India merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Negara ini memiliki segenap permasalahan kasus kekerasan terhadap perempuan yang sangat kompleks. Kekerasan terhadap perempuan di India meliputi kekerasan verbal, kekerasan psikis, kekerasan ekonomi, dan paling besar kekerasan seksual.
Kalimat "Di India sapi lebih aman daripada perempuan" sangat related dengan kondisi yang terjadi di Negara Anak Benua. India dengan penduduk mayoritas beragama Hindu sangat mengaggungkan hewan "Sapi" di segala lini kehidupan masyarakat. Sapi tidak boleh dimakan dan bahkan diganggu sekalipun. Seluruh anggota tubuh sapi sangat diistimewakan di India. Bahkan Di India ada festival lempar kotoran sapi yang dilaksanakan sehari tepat setelah festival musim semi Ugadi.[1] Penanganan kasus kekerasan perempuan memakan waktu yang lama dibandingkan seekor sapi yang mengalami sakit ataupun terluka. Pun keadilan yang diterima oleh perempuan sangat kecil penanganan oleh pihak berwajib.
Dengan mayoritas berpenduduk Hindu menyebabkan sendi-sendi kehidupan di India berpatokan pada kasta. Kasta-kasta di agama Hindu seperti brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan non-kasta Paria (sekarang lebih akrab disebut dalit). Sistem kasta di India sudah terpatri sejak seorang individu terlahir ke dunia.[2] Sistem kasta yang dianut mendapatkan diskriminasi demi diskriminasi struktural yang berkepanjangan. Selain kasta, kemiskinan menjadi faktor kekerasan terhadap perempuan di India. Bayangkan, sepertiga orang miskin dari penduduk di seluruh dunia terdapat di India.[3]
Kekerasan seksual di India tidak hanya karena semata ketertarikan laki-laki terhadap perempuan tersebut, juga bukan karena pakaian perempuan, tetapi karena adanya dorongan relasi kuasa untuk menghegemoni tubuh perempuan dan penghinaan pria dari kasta yang lebih tinggi dari si korban.[4] Dominasi lelaki melahirkan kebudayan patriarki, sehingga memperpanjang penindasan perempuan.
Sistem patriarki situasi ini bisa menjadi lebih buruk karena perempuan dan anak-anak ditempatkan sebagai warga negara kelas kedua sehingga mereka sangat berpotensi menerima penindasan berlapis. Jika mereka tinggal pada sebuah wilayah miskin seperti misalnya di Bundelkhand, Uttar Pradesh, India Utara, maka mereka tidak saja bertahan hidup dari kemiskinan, tetapi juga dari kekerasan berbasis gender seperti pemerkosaan, perkawinan anak, KDRT, genital mutilation, pemaksaan kehamilan, pelecehan seksual, dan masih banyak lagi. Ini belum sampai pada puncaknya, karena yang terburuk dari semua tindak kekerasan tersebut adalah seringkali hukum tidak berpihak pada perempuan dan anak. Belum lagi jika mereka adalah perempuan dan anak-anak miskin atau perempuan dan anak-anak dari kasta terendah.
Diskriminasi demi diskriminasi terus dialami oleh perempuan di India. Kasus terbesar sepanjang sejarah India adalah kasus kekerasan seksual yang dialami oleh Aruna Shanbaug. Aruna Shanbaug mengalami serangan seksual brutal oleh saat sedang bekerja di Rumah Sakit King Edward Memorial, Mumbai pada tahun 1973.[5] Ia mengalami kekerasan seksual berupa sodomi dan tubuhnya dirantai anjing. 11 Jam setelah peristiwa itu terjadi, Aruna Shanbaug ditemukan dengan keadaan meemilukan dan didiagnosis mengalami kerusakan otak permanen.
Kasus-kasus kekerasan berbasis gender membuat Sampat Pal Devi pada akhirnya memutuskan memilih bentuk perlawanan yang berbeda dari Mahatma Gandhi, bapak pendiri negara India, dengan mendirikan sebuah gerakan sosial yang bernama "Geng Gulabi atau Gulabi Gang".
Geng Gulabi dapat disebut sebagai gerakan Feminisme yang menyebar secara terstruktur dan massif di India. Feminisme sebagai gerakan pada umumnya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut.[6] Gerakan ini pada dasarnya menentang kesewenang-wenangan kaum Adam yang mendegradasikan kehidupan perempuan terhadap penindasan struktural. Gulabi Gang adalah respons terhadap fakta bahwa tiap 15 menit, seorang perempuan diperkosa di India.[7]
Gulabi secara etimologi berarti merah muda. Nuansa merah muda sering digunakan disetiap aksi yang dilakukan oleh anggota Geng Gulabi. Dengan tambahan pentungan dari bambu membuat peringatan kepada pelaku kekerasan terhadap perempuan. Geng Gulabi didirikan oleh Sampat Pal Devi, seorang perempuan dari salah satu desa termiskin di India, Banda. Menurutnya, penamaan "geng" dalam Geng Gulabi dimaksudkan sebagai tim atau kru dalam menuntut keadilan. Dengan membuat gerakan secara kolektif dapat lebih mendapatkan dari masyarakat ketimbang perseorangan. Perempuan harus bersatu padu melawan ketidakadilan.
Sampat Pal Devi mendeklarasikan Geng Gulabi pada tahun 2006 di Uttar Pardesh. Setelah peresmian Geng Gulabi, banyak perempuan yang mengadu telah dilecehkan oleh para lelaki. Saban hari ada saja kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, sehingga India menjadi negara darurat kekerasan terhadap perempuan. Dampak gerakan ini mulai terlihat setelah 2 tahun didirikan. Geng Gulabi mempunyai anggota sebanyak 10 ribu perempuan yang tersebar di seluruh India.