Lihat ke Halaman Asli

Ketika TransJakarta Menjadi Kamp Konsentrasi Auchswitz

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber : cempaka-transport.blogspot.com)

Sebagai warga Jakarta, saya pribadi sangat berterima kasih dengan adanya inisiatif pemerintah daerah khusus ibukota untuk mengadakan sebuah public transportation yang lazim saya dan masyarakat gunakan hingga hari ini, yaitu TransJakarta. Jalur yang terpisah dengan kendaraan lain, shelter yang terintegrasi dengan tiap-tiap sisi trotoar makin membuat nyaman para penggunanya, dan penambahan koridor-koridor baru yang membuat saya merasa semakin nyaman tinggal di kota pusat administrasi negara yang terkenal akan kepadatan jumlah kendaraan bermotor ini. Namun ada beberapa hal yang saya perhatikan hingga hari ini, kondisi bus semakin memprihatinkan, terutama bus-bus yang berada di koridor "lama" seperti koridor 1. Kesan pertama ketika masuk ke dalam bus adalah prihatin, ya prihatin dengan kondisi bus yang makin lama menyerupai bus-bus umum yang dengan seenak hati menguasai jalanan ibukota demi memenuhi setoran dari sang juragannya. Kedua, performance dari bus itu sendiri membuat saya selalu menggeleng-gelengkan kepala, bagaimana tidak, ketika bus melewati jalan yang kurang baik, para penumpang serasa terombang-ambing di dalam kaleng, perawatan suspensi yang kurang baik atau mungkin overused tampaknya membuat bus selalu mengeluarkan suara yang memekakkan telinga setiap melewati jalanan yang kurang baik. Last but not least , even this is the most important one. Seperti judul opini saya diatas, menaiki busway pun dapat saya bandingkan dengan disekap dalam sebuah kamp yang sangat populer di zaman perang dunia II dahulu. Dalam hal ini saya tidak ingin mengungkit masalah kepadatan penumpang (terutama saat rush hour) yang memang dapat dibandingkan dengan padatnya kamp konsentrasi tersebut. Dalam hal ini saya ingin membandingkan busway dengan ruang gas yang digunakan pada zaman tersebut, membunuh ratusan orang hanya dengan hitungan menit, sederhana dan kejam. Kira-kira minggu lalu, setelah bertemu kawan saya ketika di sekolah dahulu, saya memutuskan pulang menggunakan TransJakarta. Ketika berhenti disebuah persimpangan, saya mencium bau yang saya kenal sebagai asap pembuangan kendaraan bermotor, dalam hati saya sempat bergumam "Mungkin kendaraan sebelah kondisi pembuangannya sudah tidak baik". Namun saya ragu dengan asumsi saya tersebut karena semakin jauh bus tersebut berjalan bau yang saya cium tersebut semakin menguat. Saya pun terkejut ketika pintu bus terbuka tuk menyambut penumpang dari sebuah shelter, gumpalan asap hitam pekat masuk ke dalam busway yang saya tumpangi. Saya pun menyadari kondisi pembuangan busway ini sudah sangat-sangat tidak baik , dengan sigap saya menutupi saluran pernapasan saya dengan saputangan dan mulai mencari udara segar dibalik sekat pintu bus. Menghirup gas pembuangan kendaraan bermotor atau CO sudah barang tentu merupakan hal yang dapat merusak kesehatan kita, hal itu sudah saya pelajari sejak menginjak bangku Sekolah Dasar. CO masuk ke darah kita dan mengikat hemoglobin dan mengurangi alokasi O2 di dalam tubuh kita, efeknya? tentu saja terekspos dengan senyawa tersebut akan mengakibatkan mati lemas, sudah banyak berita-berita di media yang memberitakan penumpang kendaraan yang tewas didalam mobil yang mesinnya masih menyala, setelah diselidiki mereka meninggal karena keracunan zat marabahaya tersebut. Tentu saja teori-teori dasar tersebut selalu terngiang di telinga saya selama perjalanan menggunakan bus tersebut. Semakin lama perjalanan entah efek placebo ataupun memang metabolisme tubuh saya mulai terganggu, saya mulai merasakan pusing dan sedikit kehilangan konsentrasi dalam perjalanan, sempat pula saya memperhatikan penumpang yang tertidur tepat di depan saya berdiri, awalnya saya terkejut melihat tubuhnya sangat pucat dan bibirnya membiru dan mulai berpikir yang tidak-tidak terhadap dirinya. Namun saya lega ketika melihat dia bergerak membenarkan topinya dan kembali tertidur pulas. Tepat tiga shelter sebelum pemberhentian terdekat dari rumah, saya memutuskan untuk turun dari bus tersebut karena pusing yang makin menjadi. Ketika bus tersebut berjalan saya memperhatikan bus tersebut seolah-olah dikelilingi oleh wedhus gembel sepanjang jalannya, gumpalan awan hitam keluar dari knalpot dan hampir menyelimuti seluruh badan bus tersebut, para pembaca bisa membayangkan bukan bagaimana bentuknya? Bukankah ini sama seperti ruang gas yang perlahan namun pasti dapat membunuh para penumpangnya? Bagi saya pribadi sebagai pengguna layanan masyarakat tersebut tentu mengharapkan pembenahan dari pemerintah mengenai masalah-masalah yang saya jabarkan diatas tadi, saya yakin operator busway tidak merugi dalam aktivitas bisnisnya, sehingga sudah seharusnya operator menyisihkan revenue lebih banyak dari sebelumnya dan bekerja sama dengan pemerintah untuk selalu mengevaluasi kondisi bus-bus yang beroperasi di seluruh koridor-koridor yang ada. Tanpa tindakan yang riil, bukan tidak mungkin nantinya bus umum yang terkenal dengan warnanya yang hijau akan menggantikan posisi TransJakarta sebagai moda yang terbukti cukup efektif menghindari macetnya Jakarta, karena seperti kita tahu mereka pun mulai melakukan inovasi dalam bisnis transportasi akhir-akhir ini. So, everything will be depended on government and busway operator , which their wanna be ? it will be :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline