Lihat ke Halaman Asli

Rizky Maulana

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Keluh Kesah Tukang Parkir dengan Adanya Metode Pembayaran QRIS di SMKN 2 Bandung

Diperbarui: 17 Oktober 2024   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Bandung, 15 Oktober 2024 --- Perkembangan teknologi digital kini telah merambah berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pembayaran parkir. Salah satu yang terbaru adalah penerapan metode pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di SMKN 2 Bandung. Meski di satu sisi mempermudah konsumen dalam melakukan pembayaran secara digital, penerapan ini ternyata menimbulkan keluh kesah dari para tukang parkir setempat.

Salah satu tukang parkir yang bekerja di sekitar area SMKN 2 Bandung, Didin yang berusia 63 tahun, mengungkapkan keresahannya terhadap sistem baru tersebut. Ia menyatakan bahwa meski QRIS memudahkan para pengguna, khususnya siswa dan staf yang lebih terbiasa dengan pembayaran digital, perubahan ini cukup sulit diterima oleh para tukang parkir yang terbiasa dengan pembayaran tunai.

"Sejak ada QRIS, jadi lebih susah. Kebanyakan pelanggan lebih milih bayar pakai QRIS, padahal saya belum paham banget cara pakainya. Kita yang biasa pegang uang langsung, jadi agak kesulitan," ungkap Didin.

Keluhan Didin bukan hanya soal kesulitan dalam memahami teknologi, tetapi juga soal pendapatan. Menurutnya, penggunaan QRIS membuat para tukang parkir sulit memantau langsung penghasilan harian mereka. Uang yang masuk melalui QRIS harus dikumpulkan terlebih dahulu di aplikasi dan baru bisa diakses setelah waktu tertentu, berbeda dengan uang tunai yang bisa langsung digunakan.

"Biasanya kan kalau tunai, kita bisa langsung pakai uangnya buat keperluan sehari-hari. Tapi kalau pakai QRIS, uangnya nggak langsung bisa diambil, harus nunggu. Jadi buat kita yang butuh uang cepat agak ribet juga," keluhnya.

Beberapa tukang parkir yang lebih muda tampaknya lebih cepat beradaptasi dengan perubahan ini, namun para tukang parkir yang lebih tua seperti Didin masih merasa kesulitan. Mereka berharap ada solusi yang lebih baik untuk menjaga keseimbangan antara perkembangan teknologi dan kenyamanan pekerja di lapangan.

"Harapannya, mungkin bisa ada cara yang lebih fleksibel, supaya kami juga bisa tetap nyaman bekerja tanpa harus repot soal teknologi," ujar Didin mengakhiri pembicaraan.

Dengan adanya metode pembayaran digital seperti QRIS, tantangan bagi para pekerja informal seperti tukang parkir semakin besar. Sementara teknologi membawa kemudahan bagi banyak orang, pemerintah dan pihak terkait diharapkan bisa memberikan solusi agar para pekerja informal juga bisa tetap bertahan di tengah arus digitalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline