Lihat ke Halaman Asli

Rizki Mubarok

Mahasiswa

Penutup Akhir Tahun: Memaknai Kebahagiaan ala Stoikisme

Diperbarui: 13 Desember 2024   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Artificial Intellegence

Pada akhirnya suatu hal yang tidak bisa dikehendaki, tidak akan pernah bisa dikendalikan oleh manusia dan segala sesuatu yang dikendaki manusia, dapat dikontrol dengan sebaik mungkin. Hal itulah yang kemudian disebut dengan stoikisme.

Stoikisme merupakan sebuah aliran ilmu filsafat yang mempelajari tentang pengendalian diri terhadap apa yang terjadi demi menciptakan sebuah kebahagiaan hidup.

Aliran ini muncul pada periode Helenestik atau masa transisi dari zaman Yunani kuno menuju kekaisaran Romawi. Pengaruh dari masa transisi ini ialah berkembangnya ilmu pengetahuan. Salah satu ilmu pengetahuan yang berkembang adalah filsafat. Pada periode ini juga lah kemudian muncul tokoh filsafat seperti Aristoteles dan Plato.

Perubahan masa ini lah yang kemudian merekonstruksi kembali pemikiran filsafat rasionalisme menjadi hellenisme. Pemikiran ini lebih mengedepankan keberlangsungan takdir yang telah terjadi tanpa harus menentangnya demi mencapai keharmonian dan kebahagiaan di dalam hidup. Oleh karena itu, muncul juga pemikiran stoikisme.

Bagi saya, stoikisme atau stoa (teras) merupakan aliran filsuf yang sangat relevan untuk diterapkan dengan kondisi di zaman sekarang. Di tengah modernitas zaman, seseorang seolah dipaksa untuk mengikuti kemauan zaman tanpa harus memikirkan kebahagiaan terhadap. dirinya. Keberlangsungan digitalisasi inilah yang berpengaruh cepat terhadap tingkah laku manusia. Sehingga memunculkan tuntutan untuk bisa lebih cepat beradaptasi dengan realita yang terjadi.

Meskipun modernisasi merupakan suatu langkah kemajuan dalam hal teknologi. Akan tetapi, bagi saya, ada dampak buruk yang terjadi seperti munculnya fear of messing out, haus akan validasi, mengurangi intensitas komunikasi secara nyata, isolasi budaya atau munculnya pengkotak-kotakan dan ketakutan terhadap diri manusia.

Nah, untuk menyikapi hal tersebut, stoik ini sangat membantu seseorang untuk lebih awarness terhadap dirinya. Seseorang akan lebih bahagia terhadap apa yang ia lakukan. Sebab, stoik mempelajari bagaimana pengendalian emosi individu dalam menyikapi realita yang ada. Ia tidak menyalahkan kondisi yang telah terjadi, tetapi ia mengajari tentang bagaimana seseorang bisa mengontrol apa yang bisa ia kontrol terhadap dirinya.

Sebab, hal yang tidak bisa dikendalikan manusia seperti masa depan, masa lalu, perasaan dan pikiran orang lain serta perilaku orang lain terhadap dirinya adalah hal-hal yang tidak bisa dikendalikan.

Stoik lebih menekankan kepada seseorang agar lebih bisa mengendalikan pikiran dan perbuatan dirinya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Epictetus:

“Manusia terganggu bukan oleh sesuatu hal yang terjadi pada dirinya. Akan tetapi oleh pandangan yang dia ambil dari hal tersebut”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline