Sebagaian atau bahkan mungkin hampir semua masyarakat jawa, tentu tidak asing dengan sosok seorang seniman yang identik dengan rambut gondrong yang sering mendendangkan lagu-lagu dengan lirik bahasa jawa. Ya, Didi Kempot, begitulah sosok tersebut dikenal. Sosok seniman yang memegang erat budaya jawa ini setia menjaga budaya dengan lagu-lagunya yang tidak pernah lepas dari bahasa jawa.
Melihat kebelakang, jejak karir Didi Kempot dilalui dengan penuh perjuangan. Diawali dari hanya sekedar musisi jalanan, begitulah yang saya pernah dengar dari penuturan beliau. Didi Kempot lahir dari keluarga yang erat dengan kesenian, Ayahnya merupakan seniman besar di jamanya yaitu Ranto Edi Gudel. Kakaknya pun Mamik Prakoso juga tergabung dalam salah satu kelompok kesenian yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan Grup Srimulat.
Saya masih ingat dalam satu wawancara beliau pernah menuturkan bahwa dalam perjalanan merintis karirnya, beliau pernah mengamen di jakarta dan secara tidak sengaja mengamen di tempat tinggal kakaknya saat itu yang terlebih dahulu sukses dalam merintis karir di Jakarta, Mamik Prakoso. Melihat hal itupun, menurut penuturan beliau kakaknya merasa sedih dan tergerak untuk membantu tapi dia menolak secara halus dan berprinsip bahwa dia juga ingin meraih kesuksesan yang sama dengan apa yang diraih kakaknya dengan usahanya sendiri.
Sekian waktu berlalu, hingga saat ini nama Didi Kempot memiliki tempat sendiri di masyarakat, lagu yang dengan lirik sederhana dan mudah didendangkan. Lagu-lagu bertema putus cinta yang seolah menjadi tema besar bagi beliau begitu mudah di terima masyarakat. Di saat banyak musisi lainya yang mengungkapkan tema putus cinta dengan suasana sedih, sendu, duka, dan lara, entah bagaimana seorang Didi Kempot mampu merubahnya dengan suasana yang berbeda.
Sebut saja Cidro, Kalung Emas, Terminal Kertonegoro yang sering dibawakan saat di panggung dan diikuti oleh antusiasme penonton yang mengikutinya. Dan entah bagaimana bukan suasana sedih namun seperti suasana yang berbeda yang jauh berbeda dari seharusnya apa yang dirasakan dari lagu-lagu sedih pada umumnya.
Lagu-lagu Didi Kempot diciptakan dari berbagai pengalaman, baik pengalaman orang lain atau pengalaman yang pernah dialami dia sendiri. Saya teringat dalam satu wawancara beliau pernah menceritakan dalam penciptaan lagu-lagunya seperti Stasiun Balapan merupakan pengalaman dia yang pada saat itu mengamati dan menyaksiakan orang yang ingin bepergian jauh dan ada yang harus meninggalkan keluarga, kampung halaman atau orang yang dikasihinya.
Mengamati hal itu Didi Kempot kemudian mencoba untuk menangkap dan menuangkanya menjadi sebuah lagu Stasiun Balapan yang pada saat itu menjadi lagu Non-bahasa Indonesia yang mampu terjual dengan jumlah banyak. Lagu Stasiun Balapan jugalah yang mengantarkan Didi Kempot mengawali karir Profesionalnya. Adapun lagu lain yang menurut Didi Kempot terinspirasi dari pengalaman atau kisah pribadi yang pernah dialami, lagu tersebut adalah Cidro.
Dalam satu wawancara, Didi Kempot mengungkapkan bahwa dia pernah memiliki kisah asmara yang harus berakhir karena perbedaan kelas sosial atau ekonomi yang kemudian diungkapkan menjadi lirik "opo mergo kahanan uripku iki mlarat bondo seje karo uripmu" yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi "apakah karena keadaan hidupku ini miskin harta berbeda dengan hidupmu".
Gelar "The Godfather of Broken Heart" entah bagaimana disandingkan kepada seorang Didi Kempot. Meski awalnya hanya candaan dalam sosial media namun gelar tersebut tidaklah berlebihan, mengingat bagaimana konsistensi seorang Didi Kempot dalam menciptakan lagu-lagu bertemakan patah hati dan kepiawaianya dalam membuat lagu bertemakan patah hati menjadi berbeda, tidak semua musisi dapat menciptakan hal tersebut.
Tidak banyak hal yang bisa saya tulis, tepat hari ini Didi Kempot kembali ke pangkuan Nya dan meninggalkan karya-karya nya yang mungkin akan dikenang sebagai salah satu karya-karya terbaik yang pernah ada di Indonesia khususnya bagi masyarakat jawa. Terimakasih dan selamat jalan Didi Kempot
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H